Headlines News :

Kerajaan Mataram

Written By Paknetyas on Thursday, June 13, 2013 | 12:53 PM



KRATON KASUNANAN

Tahun 1558 : Ki Ageng Pemanahan dihadiahi Hutan Mentaok wilayah yang dinamakan Mataram yang masih kosong oleh Sultan Pajang atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang. Ki Ageng Pemanahan adalah putra Ki Ageng Ngenis atau cucu Ki Ageng Selo tokoh ulama besar dari Selo kabupaten Grobogan.

Tahun 1577 : Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede. Selama menjadi penguasa Mataram ia tetap setia pada Sultan Pajang.
Tahun 1584 : Beliau meninggal dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Kotagede. Sultan Pajang kemudian mengangkat Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan sebagai penguasa baru di Mataram. Sutawijaya juga disebut Ngabei Loring Pasar karena rumahnya di sebelah utara pasar.Berbeda dengan ayahnya, Sutawijaya tidak mau tunduk pada Sultan Pajang. Ia ingin memiliki daerah kekuasaan sendiri bahkan ingin menjadi raja di seluruh Pulau Jawa.

Pada abad ke-16, sebelum Belanda menjajah Hindia Belanda, Nusantara terdiri atas beberapa kerajaan yang saling bersaing yang pada waktu tidak bersamaan menguasai Pulau Jawa. Kerajaan Jawa yang besar dan terakhir, dikenal dengan nama Mataram II, didirikan pada tahun 1587 oleh Pangeran Senopati. Pada puncak kejayaannnya, pengaruh kerajaan ini tidak saja tersebar ke luar Jawa tetapi sampai ke daerah yang sekarang bernama Malaysia.Pada zaman pemerintahan Raja Amangkurat II, Kerajaan Mataram, yang pada mulanya terletak di Kota Gede, di pinggiran yang sekarang bernama kota Yogyakarta, berpindah tempat beberapa kali antara tahun 1587 dan 1680. Raja Amangkurat II inilah yang mendirikan kraton di Kartasura dekat kota yang sekarang bernama Surakarta (Solo). Pada zaman pemerintahan raja ini hubungan antara kraton dan pemerintahan kolonial Belanda memburuk. Ketika  Amangkurat III menggantikan ayahnya, Belanda membantu pangeran saingannya untuk dijadikan raja baru yang bergelar Sunan Pakubuwono I. 
Penobatan Pakubuwono I, yang disusul oleh serangkaian perang perebutan kekuasaan akhirnya berkat bantuan Belanda berlanjut dengan dinobatkannya cucu Pakubuwono I menjadi Pakubuwono II. Daerah Pakubuwono II di Kartasura kemudian di serang oleh sainganya raja dari Pulau Madura, sebuah pulau yang terletak disebelah pantai timur Laut Jawa. Sebagai balasan atas bantuan yang diberikan oleh Belanda dalam menahan serangan ini. Pakubuwono II dipaksa memberikan bagian penting dari wilayah kekuasaan kepada pemerintah kolonial Belanda. Akibatnya, pada tahun 1745, Pakubuwono II pindah dan membangun istana baru di Surakarta, yang bernama Surakarta Hadiningrat, kraton utama di Solo. 

Tahun 1588 : Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan bergelar Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama. dengan wilayah pemerintahan seluruh jawa

Tahun 1601 : Panembahan Senapati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang kemudian dikenal sebagai Panembahan Seda ing Krapyak.

Tahun 1613 : Mas Jolang wafat kemudian digantikan oleh Pangeran Arya Martapura. Tetapi karena sering sakit kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman dan juga terkenal dengan sebutan Prabu Pandita Hanyakrakusuma. Pada masa Sultan Agung kerajaan Mataram mengalami puncak perkembangan pada kehidupan politik, militer, kesenian, kesusastraan, dan keagamaan. Ilmu pengetahuan seperti hukum, filsafat, dan astronomi juga dipelajari.
Tahun 1645 : Sultan Agung wafat dan digantikan putranya Amangkurat I.

Setelah wafatnya Sultan Agung, kerajaan Mataram mengalami kemunduran . Akar dari kemunduran itu pada dasarnya terletak pada pertentangan dan perpecahan dalam keluarga Kerajaan Mataram sendiri yang dimanfaatkan oleh VOCuntuk tujuan memecah belah kekuatan. Puncak dari perpecahan itu terjadi pada tanggal 13 Februari 1755 yang ditandai dengan Perjanjian Gianti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, Kesultanan Yogyakarta dengan raja bergelar Sultan Hamengku Buwono dan Kesunanan Surakarta dengan raja bergelar Paku Buwana
Pada tahun 1726-1749 Keraton Surakarta Hadiningrat dipimpin oleh seorang raja,bernama Sri Susuhunan Paku Buwono II ( PB II ). Pada saat pemerintahan beliaulah terjadi pertentangan dengan Pengeran Mangkunegoro, dan akhirnya pangeran dibuang ke Srilangka dan Afrika Selatan. Apa yang terjadidengan Sang Pangeran Tersebut ternyata membuahkan dendam terhadap putranya Sang Pangeran, Raden Mas Sahid. Kemudian Raden Mas Sahid menyusun kekuatan di daerah pegunungan selatan ( wonogiri).

Pada tahung 1740, terjadi pemberontakan oleh kaum keturunan Cina, dan pemberontak berhasil menguasai keraton Kartasura, pasukan keraton dan PB II melarikan diri ke Ponorogo. Dengan meminta bantuan VOC, pemberontak berhasil dikalahkan. Pada tahun 1745, beliau memerintahkan untuk mencari daerah baru yang bisa dijadikan Pusat pemerintahannya yang baru. Pada akhirnya dipilihlah daerah dusun Sala ( Solo ), daerah tersebut teletak di sebelah barat sungai paling panjang di pulau jawa yaitu Bengawan Solo,dan pada akhirnya nama daerah tersebut diganti menjadi SurakartaHadiningrat.

Pada tahun 1746 pemerintahan PB II banyak menghadapi pemberontakan,diantaranya adalah pemberontakan oleh Pangeran Mangkubumi yang tidak puas atas putusan penyerahan wilayah kepada VOC karena balas budinya menumpas pemberotakan Sunan Kuning. Sementara itu Raden Mas Sahid juga memperhebat perlawanan terhadap prajurit dari PB II.Pangeran Mangkubumi yang kelak dikemudian hari akan bertahta di Yogyakarta,dengan gelar Hamengkubuwono I.

Pada tahun 1749, Paku Buwono II wafat, dan kedudukannya digantikan oleh putranya dengan gelar Paku Buwono III ( PB III ). PB III pada akhirnya harus menerima perjanjian Giyarti yang isinya adalah memecah negaraSurakarta Hadiningrat menjadi dua bagian, yaitu Surakarta dan Yogyakarta.Pada tahun 1757, kembali diadakan perjanjian di Salatiga yang melahirkan ketetapan bahwa Raden Mas Sahid berhak untuk menduduki jabatan Adipadi di Mangkunegaran, dengan gelar Mangkunegaran I. Dengan kata lain, Surakarta juga dibagi menjadi dua bagian yaitu daerah Kasunanan Surakarta dan
daerah Mangkunegaran.

kridhaning ati datan bisa mbedhah kuthaning pasti, apa pun upaya manusia tetap tak bisa melawan kepastian (maut). reretuning jagat datan bisa sinirep lipating budi, kehidupan manusia secara umum tak bisa disirnakan oleh kedahsyatan akal manusia. jalma tan kena kinira, kemampuan seseorang tidak boleh diremehkan . nut jaman kalakone, kehidupan akan bergerak sesuai tuntutan zaman. intinya keraton akan selalu melakukan segala daya upaya sesuai kehendak zaman namun juga memahami kepastian titah Yang Maha Kuasa. Ratu sak sentana lan kawulane anggone hambangun Kedaton : Kanti pecahing dadha, wutahing ludira,tegasing jangga 

Menelusuri jejak-jejak situs kerajaan Mataram Islam

A. Sejarah Singkat Dinasti Mataram Islam Awal.
Berbeda dengan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Indonesia yang bersifat maritim, kerajaan Mataram bersifat agraris. Kerajaan yang beribu kota di pedalaman Jawa ini banyak mendapat pengaruh kebudayaan Jawa Hindu baik pada lingkungan keluarga raja maupun pada golomngan rakyat jelata. Pemerintahan kerajaan ini ditandai dengan perebutan tahta dan perselisihan antaranggota keluarga yang sering dicampuri oleh Belanda. Kebijaksanaan politik pendahulunya sering tidak diteruskan oleh pengganti-penggantinya. Walaupun demikian, kerajaan Mataram merupakan pengembang kebudayaan Jawa yang berpusat di lingkungan keraton Mataram. Kebudayaan tersebut merupakan perpaduan antara kebudayaan Indonesia lama, Hindu-Budha, dan Islam.
Banyak versi mengenai masa awal berdirinya kerajaan Mataram berdasarkan mitos dan legenda. Pada umumnya versi-versi tersebut mengaitkannya dengan kerajaan-kerajaan terdahulu, seperti Demak dan Pajang. Menurut salah satu versi, setelah Demak mengalami kemunduran, ibukotanya dipindahkan ke Pajang dan mulailah pemerintahan Pajang sebagai kerajaan. Kerajaan ini terus mengadakan ekspansi ke Jawa Timur dan juga terlibat konflik keluarga dengan Arya Penangsang dari Kadipaten Jipang Panolan. Setelah berhasil menaklukkan Aryo Penangsang, Sultan Hadiwijaya (1550-1582), raja Pajang memberikan hadiah kepada 2 orang yang dianggap berjasa dalam penaklukan itu, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi. Ki Ageng Pemanahan memperoleh tanah di Hutan Mentaok dan Ki Penjawi memperoleh tanah di Pati.
Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok itu menjadi desa yang makmur, bahkan lama-kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap bersaing dengan Pajang sebagai atasannya. Setelah Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia digantikan putranya, Danang Sutawijaya, yang juga sering disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Sutawijaya kemudian berhasil memberontak pada Pajang. Setelah Sultan Hadiwijaya wafat (1582) Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan gelar Panembahan Senapati. Pajang kemudian dijadikan salah satu wilayah bagian daari Mataram yang beribukota di Kotagede. Senapati bertahta sampai wafatnya pada tahun 1601.
Selama pemerintahannya boleh dikatakan terus-menerus berperang menundukkan bupati-bupati daerah. Kasultanan Demak menyerah, Panaraga, Pasuruan, Kediri, Surabaya, berturut-turut direbut. Cirebon pun berada di bawah pengaruhnya. Panembahan Senapati dalam babad dipuji sebagai pembangun Mataram.
Senapati digantikan oleh putranya, Mas Jolang, yang bertahta tahun 1601-1613. Maas Jolang lebih dikenal dengan sebutan Panembahan Seda Krapyak. Pada masa pemerintahannya, dibangun taman Danalaya di sebelah barat kraton. Panembahan Seda Krapyak hanya memerintah selama 12 tahun Ia meninggal ketika sedang berburu di Hutan Krapyak.
Selanjutnya bertahtalah Mas Rangsang, yang bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Di bawah pemerintahannya (tahun 1613-1645) Mataram mengalami masa kejayaan. Ibukota kerajaan Kotagede dipindahkan ke Kraton Plered. Sultan Agung merupakan raja yang menyadari pentingnya kesatuan di seluruh tanah Jawa. Daerah pesisir seperti Surabaya dan Madura ditaklukkan supaya kelak tidak membahayakan kedudukan Mataram. Ia pun merupakan penguasa lokal pertama yang secara besar-besaran dan teratur mengadakan peperangan dengan Belanda yang hadir lewat kongsi dagang VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Kekuasaan Mataram pada waktu itu meliputi hampir seluruh Jawa, dari Pasuruan sampai Cirebon. Sementara itu VOC telah menguasai beberapa wilayah seperti di Batavia dan di Indonesia Bagian Timur.
Di samping dalam bidang politik dan militer, Sultan Agung juga mencurahkan perhatiannya pada bidang ekonomi dan kebudayaan. Upayanya antara lain memindahkan penduduk Jawa Tengah ke Kerawang, Jawa Barat, di mana terdapat sawah dan ladang yang luas serta subur. Sultan Agung juga berusaha menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan Indonesia asli dengan Hindu dan Islam. Misalnya Garebeg disesuaikan dengan hari raya Idul Fitri dan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sejak itu dikenal Garebeg Puasa dan Garebeg Mulud. Pembuatan tahun Saka dan kitab filsafat Sastra Gendhing merupakan karya Sultan Agung yang lainnya.
Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 dengan meninggalkan Mataram dalam keadaan yang kokoh, aman, dan makmur. Ia diganti oleh putranya yang bergelar Amangkurat I. Amangkurat I tidak mewarisi sifat-sifat ayahnya. Pemerintahannya yang berlangsung tahun 1645-1676 diwarnai dengasn banyak pembunuhan/kekejaman. Pada masa pemerintahannya ibukota kerajaan Mataram dipindahkan ke Kerta. 
Pada tahun 1674 pecahlah Perang Trunajaya yang didukung para ulama dan bangsawan, bahkan termasuk putra mahkota sendiri. Ibukota Kerta jatuh dan Amangkurat I (bersama putra mahkota yang akhirnya berbalik memihak ayahnya) melarikan diri untuk mencari bantuan VOC. Akan tetapi sampai di Tegalarum, (dekat Tegal, Jawa Tengah) Amangkurat I jatuh sakit dan akhirnya wafat.
Ia digantikan oleh putra mahkota yang bergelar Amangkurat II atau dikenal juga dengan sebutan Sunan Amral. Sunan Amangkurat II bertahta pada tahun 1677-1703. Ia sangat tunduk kepada VOC demi mempertahankan tahtanya. Pada akhirnya Trunajaya berhasil dibunuh oleh Amangkurat II dengan bantuan VOC, dan sebagai konpensasinya VOC menghendaki perjanjian yang berisi: Mataram harus menggadaikan pelabuhan Semarang dan Mataram harus mengganti kerugian akibat perang.
Oleh karena Kraton Kerta telah rusak, ia memindahkan kratonnya ke Kartasura (1681). Kraton dilindungi oleh benteng tentara VOC. Dalam masa ini Amangkurat II berhasil menyelesaikan persoalan Pangeran Puger (adik Amangkurat II yang kelak dinobatkan menjadi Paku Buwana I oleh para pengikutnya). Namun karena tuntutan VOC kepadanya untuk membayar ganti rugi biaya dalam perang Trunajaya, Mataram lantas mengalami kesulitan keuangan. Dalam kesulitan itu ia berusaha ingkar kepada VOC dengan cara mendukung Surapati yang menjadi musuh dan buron VOC. 
Hubungan Amangkurat II dengan VOC menjadi tegang dan semakin memuncak setelah Amangkurat II mangkat (1703) dan digantikan oleh putranya, Sunan Mas (Amangkurat III). Ia juga menentang VOC. Pihak VOC yang mengetahui rasa permusuhan yang ditunjukkan raja baru tersebut, maka VOC tidak setuju dengan penobatannya. Pihak VOC lantas mengakui Pangeran Puger sebagai raja Mataram dengan gelar Paku Buwana I. Hal ini menyebabkan terjadinya perang saudara atau dikenal dengan sebutan Perang Perebutan Mahkota I (1704-1708). Akhirnya Amangkurat III menyerah dan ia dibuang ke Sailan oleh VOC. Namun Paku Buwana I harus membayar ongkos perang dengan menyerahkan Priangan, Cirebon, dan Madura bagian timur kepada VOC.
Paku Buwana I meninggal tahun 1719 dan digantikan oleh Amangkurat IV (1719-1727) atau dikenal dengan sebutan Sunan Prabu , dalam pemerintahannya dipenuhi dengan pemberontakan para bangsawan yang menentangnya, dan seperti biasa VOC turut andil pada konflik ini, sehinggga konflik membesar dan terjadilah Perang Perebutan Mahkota II (1719-1723). VOC berpihak pada Sunan Prabu sehingga para pemberontak berhasil ditaklukkan dan dibuang VOC ke Sri Langka dan Afrika Selatan.
Sunan Prabu meninggal tahun 1727 dan diganti oleh Paku Buwana II (1727-1749). Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan China terhadap VOC. Paku Buwana II memihak China dan turut membantu memnghancurkan benteng VOC di Kartasura. VOC yang mendapat bantuan Panembahan Cakraningrat dari Madura berhasil menaklukan pemberontak China. Hal ini membuat Paku Buwana II merasa ketakutan dan berganti berpihak kepada VOC. Hal ini menyebabkan timbulnya pemberontakan Raden Mas Garendi yang bersama pemberontak China menggempur kraton, hingga Paku Buwana II melarikan diri ke Panaraga. Dengan bantuan VOC kraton dapat direbut kembali (1743) tetapi kraton telah porak poranda yang memaksanya untuk memindahkan kraton ke Surakarta (1744).
Hubungan manis Paku Buwana II dengan VOC menyebabkan rasa tidak suka golongan bangsawan. Dengan dipimpin Raden Mas Said terjadilah pemberontakan terhadap raja. Paku Buwana II menugaskan adiknya, Pangeran Mangkubumi, untuk mengenyahkan kaum pemberontak dengan janji akan memberikan hadiah tanah di Sukowati (Sragen sekarang). Usaha Mangkubumi berhasil. Tetapi Paku Buwana II mengingkari janjinya, sehingga Mangkubumi berdamai dengan Raden Mas Said dan melakukan pemberontakan bersama-sama. Mulailah terjadi Perang Perebutan Mahkota III (1747-1755).
Paku Buwana II dan VOC tak mampu menghadapi 2 bangsawan yang didukung rakyat tersebut, bahkan akhirnya Paku Buwana II jatuh sakit dan wafat (1749). Namun menurut pengakuan Hogendorf, Wakil VOC Semarang saat sakratul maut Paku Buwana II menyerahkan tahtanya kepada VOC. Sejak saat itulah VOC merasa berdaulat atas Mataram. Atas inisiatif VOC, putra mahkota dinobatkan menjadi Paku Buwana III (1749).
Pengangkatan Paku Buwana III tidak menyurutkan pemberontakan, bahkan wilayah yang dikuasai Mangkubumi telah mencapai Yogya, Bagelen, dan Pekalongan. Namun justru saat itu terjadi perpecahan anatara Mangkubumi dan Raden Mas Said. Hal ini menyebabkan VOC berada di atas angin. VOC lalu mengutus seorang Arab dari Batavia (utusan itu diakukan VOC dari Tanah Suci) untuk mengajak Mangkubumi berdamai.
Ajakan itu diterima Mangkubumi dan terjadilah apa yang sering disebut sebagai Palihan Nagari atau Perjanjian Giyanti (1755). Isi perjanjian tersebut adalah: Mataram dibagi menjadi dua. Bagian barat dibagikan kepada Pangeran Mangkubumi yang diijinkan memakai gelar Hamengku Buwana I dan mendirikan kraton di Yogyakarta. Sedangkan bagian timur diberikan kepada Paku Buwana III.
Mulai saat itulah Mataram dibagi dua, yaitu Kasultanan Yogyakarta dengan raja Sri Sultan Hamengku Buwana I dan Kasunanan Surakarta dengan raja Sri Susuhunan Paku Buwana III. 

Kerajaan MATARAM Islam
Perlawanan Mataram terhadap Belanda
  • Puncak kejayaan dibawah Sultan Agung 
  • Perluasan ke Barat terhalang kekuasaan Belanda di Batavia 
  • Mataram menyerang Belanda melalui darat dan laut tetapi gagal
  • Pasukan dibawah Tumenggung Baurekso membuat benteng dari bambu Marunda, Cilincing. a. VOC membakar kampung disekitarnya supaya mudah mengawasi gerakan mereka. b. Pasukan Mataram menggali parit ke benteng dan memanjat dinding benteng,tapi mereka gagal. c. VOC menyerang balas sehingga Tumenggung Baurekso dan pasukannya gugur. 
  • Tumenggung Suro Agul-Agul,Kiai Dipati Madingo,Kiai Dipati Upasonto datang membantu. 
  • Untuk mengalahkan VOC,tentara Mataram membendung kali Ciliwung. Wabah penyakit berjangkit di benteng VOC. Tapi tentara Mataram juga terkena akibatnya sehingga kekurangan makan dan terkena malaria. 
  • Dalam serangan ke dua Mataram menyiapkan logistik. Menempatkan lumbung di Tegal dan Cirebon. Belanda mengetahui lalu membakar lumbung itu. 
  • Akhirnya Benteng Hollandia berhasil direbut,tapi serangan ke Bommelin gagal. 
  • Dalam pengepungan kota Mataram,J.P.Coen meninggal karena kolera. 
  • Mataram gagal merebut Batavia karena kurang logistik. 
  • Amangkurat I dan II adalah Sulata Mataram yang mengijinkan Belanda berdagang di semua bandar Mataram. Bandar Semarang dan Priangan diberikan pada Belanda. 
  • Timbul pemberontakan Trunojoyo. Trunojoyo hampir menguasai seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan bantuan orang-orang Makasar setelah Perjanjian Bongaya (1667). 
  • Dengan campur tangan Belanda,Trunojoyo berhasil didkalahkan di Selangkung,Kediri. 
  • Amangkurat II dibunuh. 
  • Pemberontakan Untung Suropati berawal di Jabar. Membunuh Kapten Tach. 
  • Amangkurat III dan Sunan Mas tidak diakui kekuasaannya oleh Belanda karena bergabung dengan Untung Suropati. 
  • Pangeran Puger jadi Raja Mataram. 
  • Untung Suropati kalah,wafat di Bangil. 
  • Sunan Mas kalah dan dibuang ke Srilanka. 
  • Ketika Pakubuwono III memerintah terjadi pembunuhan massal di Batavia terhadap orang- orang Cina. Orang Cina membalas dengan membunuh orang Eropa. 
  • Mas Said (kemenakan Pakubuwono II) dan Mangkubumi (saudara Sultan) menyerang Belanda. 
  • 22) Sebelum menginggal Pakubuwono II menitipkan Mataram pada Belanda. Pakubuwono III raja yang takluk. 
  • Perlawanan Mangkubumi berakhir dengan perjanjian Giyanti 1755. Isi : Mataram sebelah Timur : Pakubuwono III, ibu kota Surakarta Mataran sebelah Barat : Mangkubumi, ibu kota Yogyakarta 
  • Akhirnya Mas Said berdamai dengan Belanda. Diadakan perjanjian Salatiga (1757). Mas Said , Mangkunegaran I memperoleh sebagian daerah Surakarta yang direbut dari Mangkunegaran. 
  • Mataram yang dibangun Sultan Agung akhirnya terpecah-pecah

PERPECAHAN DI KERAJAAN MATARAM 

Perebutan kekuasaan di dinasti Mataram terjadi lagi, kali ini, antara Pakubuwono II dan saudara tirinya Pangeran Mangubumi. Ketika Pakubuwono II digantikan putranya, Pakubuwono III, Mangkubumi juga mengangkat dirinya sebagai raja dan mendirikan pemerintahan tandingan di Yogyakarta. Karena kekuasaan Pangeran Mangkubumi bertambah besar, Belanda turun tangan menengahi pertikaian itu dengan jalan mengadakan Perjanjian Gijanti. Isinya, kerajaan Mataram dibagi menjadi dua wilayah, yaitu Kesunanan Surakarta dibawah pimpinan Pakubuwono III dan Kesultanan Yogyakarta dibawah Mangkubumi yang bergelar Hamengkubuwono I. Perjanjian Gijanti ditandatangani oleh kedua raja ini pada tahun 1755 dan pada tahun yang sama konstruksi kraton utama Yogyakarta, Ngayogyakarta Hadiningrat dibangun oleh Hamengkubuwono I.
Pemberontakan kesunanan di Surakarta masih belum berakhir. Raden Mas said, seorang pangeran lainnya yang merasa tidak puas, memisahkan diri dari kraton dan atas restu Sunan mendirikan kerajaan yang merdeka di Surakarta. Dengan gelar Mangkunegoro I, Raden Mas Said menjadi pemimpin kerajaan kedua di Surakarta dan pada tahun 1757 ia membangun istananya sendiri bernama Puro Mangunegaran. 
Perpecahan terakhir pada kerajaan Mataram terjadi dalam tahun 1813, yaitu pada masa pemerintahan Inggris di Hindia Belanda, yang hanya berlangsung selama empat tahun. Seperti apa yang telah dilakukan Belanda, Gubernur Inggris Thomas Stamford Raffles memanfaatkan pertikaian politik lainnya, yang kali ini terjadi di Kraton Yogyakarta, dengan cara mendukung berdirinya kerajaan lain yang merdeka di dalam kerajaan Yogyakarta. Pangeran Natakusuma, paman Hamengkubuwono III yang berkuasa, pada waktu itu dinyatakan sebagai kepala pemerintahan baru, yang berpusat di istana yang dibangun pada tahun 1813, yang letaknya hanya beberapa kilometer dari Kraton Yogyakarta. Pangeran Natakusuma memakai gelar Paku Alam I dan kratonnya dinamakan Puro Pakualaman. 

PUSAT ALAM SEMESTA 

Masyarakat Jawa pada masa itu percaya bahwa kekuasaan para pemimimpin dinasti Jawa merupakan anugerah dari Tuhan. Dijamannya Raja dianggap sebagai pemimpin spiritual, politik dan sosial di kalangan masyarakat Jawa, sedangkang kraton sebagai pusat simbolok dan fisik alam semesta. Kehidupan setiap orang Jawa, dari kalangan petani sampai kalangan bangsawan aristokrat, diatur dan diawasi oleh hak istimewa raja. Sejak didirikannya istana Yogyakarta dan Surakarta, masyarakat Jawa secara keseluruhan dianggap sebagai perluasan lingkungan kraton.
Gaya arsitektur dan tata letak keempat kraton didasari oleh prinsip yang berakar pada kosmologi hindu Jawa. Gunung yang keramat dan pusat alam semesta dilambangkan dengan pendopo (balai pertemuan) dan taman dalem. Rangkaian Bangunan dan halaman yang terpencar dari pusat melambangkan daratan dan lautan. Berbagai bangunan dipisahkan oleh dinding yang tinggi dan pintu gerbang simbolis yang bukan saja menjadi lambang perbedaan tingkat dalam sistem kosmologi, tetapijuga berfungsi sebagai penjaga yang memiliki kekuatan fisik dan batin. Pintu gerbang utara yang berada di dua kraton utama menghadap ke gunung tempat tinggal para dewa, sedangkan pintu gerbang selatan menghadap ke laut, kediaman mistik nenek moyang.
Dewi Laut Selatan, K.ratu Kidul, yang menurut legenda berdiam di sebuah kerajaan gaib di dasar Samudera Hindia, telah lama menjalin hubungan yang erat dengan kerajaan Jawa. Kedudukan sebagai raja secara tradisional dianugerahkan oleh Nyai Loro Kidul, sedangkan izin dan restunya menjadi prasyarat untuk membangun sebuah kraton. 
Keempat kraton tersebut mempunyai bentuk ciri arsitektur yang sama seperti yang tampak pada pendopo, Dalem Keputren, Kesantrian, yang semuanya menjadi Dalem kraton. Di sekeliling Taman Dalem dibangun kantor, kandang kuda, tempat tinggal para abdi dalem, bengkel kerja, dan pemukiman para bangsawan yang kurang dikenal beserta keluarga mereka. Seluruh kompleks ini dikelilingi oleh dinding tembok yang kokoh bagaikan benteng yang melindungi kedua kraton utama, yang jika dilihat dari dalam seperti “kota tertutup”. 

PELINDUNG KESENIAN DAN KEBUDAYAAN 
Pada saat Indonesia merdeka pada tahun 1945, Kesultanan dan Kasunanan Jawa menyerahkan kekuasaan polotiknya kepada pemerintah republik di Jakarta. Tanggung jawab dan beban mempertahankan keamanan dilepaskan, agar dapat lebih memusatkan perhatian kepada kekayaan dan kehidupan di dalam kraton, yaitu berupa masyarakat dan benda-benda kraton yang ditata secara estetis guna pengembangan seni dan upacara kerajaan. Para seniman dan pengrajin yang secara tradisional mendapatkan pengayoman dari kraton diberi kedudukan yang lebih terhormat, sedangkan seni wayang, tari, musik, sastra, dan kerajinan tangan tradisional diperhalus dan diperindah. Dalam batas tembok masing-masing masyarakat keempat kraton ini mengembangkan ciri khas tersendiri, misalnya yang telihat pada perbedaan busana, gaya pertunjukan, benda seni artifisial, upacara-upacara kerajaan yang terperinci.
MASA KINI 

Walaupun kekuasaan dalam bidang politik telah berkurang, pengaruh kraton dalam tradisi dan budaya jawa tetap kuat serta berlangsung sampai sekarang. Pulau Jawa adalah pulau terpadat penduduknya di Indonesia dan kebudayaan historis merupakan kebudayaan yang cukup berpengaruh terhadap masyarakat Indonesia. Sampai sekarangpun dalam  masyarakat Indonesia tradisi kraton masih cukup dihormati. Warga yang sekarang tinggal dikeempat kraton itu merupakan turunan dari Panembahan Senopati, pendiri dinasti Mataram. Di alam lingkungan tembok kraton ketaatan ritual  dan upacra kerajaan tetap dilaksanakan untuk menghormati kebiasaan dan tata cara tradisi Jawa yang masih tersiasa dan hidup berabad-abad lamanya.   

Share this article :

0 comments:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Olah Rasa

Kahanan kang ana iki ora suwe mesthi ngalami owah gingsir mula aja lali marang sapadha-padhaning tumitah.
***
Jejering wanita utama saka kasetyane marang garwa ,dene ajining priya utama saka kaprawirane.
***

Kadonyan kang ala iku ateges mung ngangsa-angsa golek bandha donya, ora mikirake kiwa tengene, uga ora mikirake kahanan batin.
***

Wong kang ora weruh tatakrama udanegara (unggah-ungguh) iku padha karo ora bisa ngrasakake rasa nem werna (legi, kecut, asin, pedhes, sepet, pahit.***

Sing sapa seneng ngrusak katentremane liyan bakal dibendu dening Pangeran lan diwelehake dening tumindake dhewe.
***
 
Support : Creating Website | | Paknetyas
Copyright © 2011. Blog Paknetyas - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Paknetyas
Proudly powered by Blogger