
BIMA, anak kedua Dewi Kunti. Ayahnya adalah Prabu Pandu Dewanata, raja Astina. Dengan demikian ia juga merupakan orang kedua dalam keluarga Pandawa. Walaupun ayahnya yang resmi adalah Prabu Pandu Dewanata, raja Astina, namun sebenarnya Bima adalah anak kandung Batara Bayu, dewa yang menjadi penguasa angin.
Mengenai hal itu kisahnya adalah sebagai berikut.
Beberapa waktu kemudian Kunti atas izin Pandu memanggil Batara Bayu. Dari Batara Bayu, dewa penguasa angin itu, Kunti mendapat putra yang diberi nama Bima. Karena itu pula Bima juga disebut Bayuputra, Bayusiwi, Bayusuta atau Bayutanaya, Pawa-nasuta. Semua nama itu menandakan ia seorang putra Batara Bayu.
Bima berperawakan tinggi, besar, gagah, berkumis dan berjenggot. la mempunyai kuku panjang dan kuat, yang menjadi senjata alamiah, disebut kuku Pancanaka.
Kepada siapa pun Bima tidak pernah memakai bahasa krama hingil atau bahasa halus. la selalu berbicara dengan bahasa ngoko. atau bahasa lugas sederajat. bahkan juga kepada para dewa. Tetapi khusus hanya kepada Dewaruci. Bima mau menggunakan bahasa halus atau krama inggil.
Atas petunjuk Batara Narada, seekor gajah bernama Sena disunih memeeahkan kulit pembungkus itu. Saat itu pula Batara Bayu merasuk ke tubuh Gajah Sena. Bayi Bima yang terbungkus kulit tebal itu diinjak-injak dan ditendang oleh Gajah Sena sehingga akhirnya pembungkus itu robek. Begitu keluar dari pembung-kusnya bayi Bima langsung menyerang sang Gajah.
Versi lain mcngenai lakon Bima bungkus adalah sebagai berikut: Karena usaha untuk membuka bungkus bayi Bima tidak berhasil, Abiyasa menyarankan agar bayi bungkus itu dibawa ke Hutan Krendawahana (Krendayana) dan ditinggalkan di sana. Penghuni hutan itu, yaitu para jin gandarwa anak buah Batari Durga menjadi resah karena bungkus bayi itu memancarkan hawa panas. Batari Durga memerintahkan anak buahnya unluk menghancurkan bungkus bayi itu, tetapi tidak herhasil.
Keresahan itu akhirnya menjalar pula ke kahyangan. Batara Guru mengutus Gajah Sena unluk memecahkan bungkus bayi Bima. Sebelum Gajah Sena datang. lebih dulu Batari Durga masuk ke dalani bungkus Bima. Karena kagum pada keperkasaan bayi itu. dalam bungkus itu Batari Durga menghadiahi Bima kelengkapan pakaian. kain kampuh poleng bang bintulu. gelang candrakirana, kalung naga banda, sumping surengpali. dan pupuk jurat asem.
Dengan demikian, ketika akhirnya Gajah Sena berhasil memecahkan bungkus ilu. Bima keluar dengan berpakaian lengkap. Cerita selanjutnya. sama dengan versi perlama. Pada masa kecilnya. ketika para Pandawa masih berkumpul bersama para Kurawa di Kerajaan Astina. Bima sudah menjadi saingan Duryudana. Mercka se-ring berkelahi. Waktu belajar bersama-sama pada Resi Krepa dan Begawan Drona pun. mereka selalu ber-saing. Demikian pula ketika Prabu Baladewa mengajarkan ilmu berkelahi dengan gada. Bima dan Duryudana sama-sama berusaha menjadi murid yang rajin dan tekun.
Pada suatu saat, atas hasutan Patih Sengkuni, para Kurawa pernah meracuni Bima dengan tujuan mem-bunuhnya. Para Kurawa memperhitungkan, bilamana Bima mati tentu kekuatan Pandawa akan lumpuh karena di antara para Pendawa, Bimalah yang paling kuat. Tetapi setelah kena racun, temyata Bima tidak mati. la hanya tak sadarkan diri. Para Kurawa yang mengira Bima telah mati, beramai-ramai meng-gotong dan membuangnya di Sungai Gangga. Di sungai itu tubuh Bima digigit puluhan ular berbisa. Namun bisa ular tersebut bukan membunuhnya, melainkan justru menambah kesaktiannya. Berkat pengaruh bisa ular itu, untuk selanjutnya Bima kebal terhadap racun apa pun.
Dalam pewayangan, usaha Kurawa untuk membunuh Bima dicerilakan sebagai berikul:
Namun usaha Kurawa membunuh Bima gagal karena ksatria bertubuh tinggi besar itu ditolong Batara Dawung Nala. Berkat pertolongan dewa itu Bima menjadi kebal terhadap segala macam racun. Setelah lolos dari Sumur Jalatunda, Batara Dawung Nala memberinya nama baru: Bondan Peksajandu.
Sebuah balok kayu panjang disiapkan sebagai timbangan. Balok timbangan itu akan menentukan, mana yang lebih berat bobot seratus orang Kurawa dengan lima orang Pandawa.
Mengetahui kecurangan itu, Bima mendapat akal. Disuruhnya semua saudaranya duduk di ujung balok timbangan dengan menyisakan lernpat paling ujung baginya. Setelah itu ia mundur bebcrapa langkah rncngambil ancang-ancang. Dengan lompatan panjang Bima menghentak jatuh di ujung balok. sehingga semua Kurawa di ujung yang lain terpental jatuh. Dari semua yang terpental. Bogadenta yang duduk di ujung balok timbangan terpental paling jauh, sampai jatuh ke Kerajaan Turilaya.
Setelah kedua penghalang itu dikalahkan, mereka berubah ujud menjadi Batara Endra dan Batara Bayu. Sewaktu harus pergi ke Teleng samudra. ia dicegat seekor ular naga bernama Nawawata atau Nemburnawa. Dengan kuku Paneanaka naga itu dibunuhnya.
Pada masa remaja, Bima menyelamatkan saudara-saudara dan ibunya dari amukan api, ketika para Kurawa mencoba membunuh mereka. Waktu itu mereka sedang menginap di Bale Sigala-gala, sebuah tempat peristirahatan yang jauh letaknya dari istana. Atas hasutan Sengkuni, para Kurawa membakar penginapan itu waktu Pandawa dan ibunya sedang tidur.
Kahyangan Saptapertala, tempat Sang Hyang Antaboga bersemayam. Di sini Bima bertemu dengan Dewi Nagagini puteri Antaboga. Mereka menikah dan membuahkan anak yang diberi nama Antareja.
Sesudah menikah Bima dengan Dewi Nagagini. para Pandawa dan Dewi Kunti meneruskan pengembaraannya di hutan. Di sini mereka bertemu dengan Prabu Arimba yang hendak membalas dendam ke-matian ayahnya, yaitu Prabu Trembaka. Dulu, dalam perang antara Astina dengan Pringgadani. Trembaka tewas dibunuh oleh Prabu Pandu Dewanata, ayah Pandawa.
Bima dan Arimba berkelahi selama berhari-hari. Dewi Arimbi, adik Arimba yang menyaksikan perkelahian itu, kagum dan akhirnya jatuh cinta pada Bima. la berusaha melerai perkelahian itu namun tidak berhasil. Arimba akhirnya tewas. Sebelum ajalnya ia berpesan pada adiknya, Arimbi, bahwa ia merestui dntanya pada Bima. Selain itu Arimba juga mcwariskan Kerajaan Pringgadani pada Arimbi.
Pada mulanya cinta Arimbi pada Bima sama sekali tidak diacuhkan.Tetapi raseksi itu terus saja mengikuti perjalanan Bima dan sekalian saudaranya. Akhirnya dengan bijaksana Dewi Kunti yang mengetahui gelagat cinta raksasa wanita itu segera berkata: “Aduuuh, cantiknya gadis ini…” Maka seketika itu juga Dewi Arimbi berubah ujud menjadi gadis cantik yang bertubuh tinggi besar, Bima akhirnya menikah dengan Arimbi dan mereka mendapat seorang anak yang diberi nama Gatotkaca.
Suatu ketika, dalam pengembaraan mereka di tengah hutan, Nakula dan Sadewa menangis karena kelaparan. Dewi Kunti mengutus Bima dan Arjuna untuk meneari makanan. Mereka pergi ke arah yang berbeda. Dalam perjalanan itu Bima berjumpa dengan orang-orang yang sedang mengungsi. Setelah me-nanyakan sebabnya. Bima tahu bahwa raja negeri itu bernama Prabu Baka, mempunyai kegemaran makan orang. Penduduk takut jika harus menyerahkan salah seorang anggota keluarganya untuk santapan bagi Prabu Baka. Mendengar hal itu, Bima lalu menawarkan dirinya sebagai santapan raja pemakan manusia itu. Pada saat berhadapan dengan Prabu Baka, Bima me-nantang dan akhirnya dapat membunuhnya.
Sebagai terima kasih, rakyat negeri itu minta agar Bima bersedia menjadi raja mereka. Tetapi Bima menolak. Orang-orang lalu bertanya apa yang di-inginkannya. Dengan jujur Bima menjawab, ia mem-butuhkan dua bungkus nasi untuk adiknya yang sedang kelaparan. Nasi yang dibawa Bima diterima dengan senang hati oleh Kunti karena nasi itu diperoleh dengan cucuran keringat. Sedangkan nasi yang dibawa Arjuna ditolak. karena hanya merupakan pemberian orang hanya karena berdasarkan belas kasihan. Baca juga Arjuna.
Versi lain dan bagian kisah itu menceritakan bahwa ketika Bima pergi mencarikan makanan bagai Nakula dan Sadewa, ia bertemu dengan seorang brahmana beraama Resi Hijrapa. Brahmana ini tinggai di sebuah desa yang termasuk wilayah Kerajaan Manahilan. Ketika dijumpai Bima. brahmana ini sedang bertangis-tangisan dengan islri dan anak-anaknya. Kepada Bima. Resi Hijrapa mengatakan, hari itu ia mendapat giliran harus menyerahkan salah seorang dari liga anaknya untuk dijadikan santapan rajanya. yakni Prabu Dawaka. Tanpa pikir panjang Bima segera menawarkan dirinya sebagai pengganti anak Hijrapa. Diantarkan oleh Resi Hijrapa. Bima akhirya dibawa ke hadapan raja raksasa yang buas itu. Prabu Dawaka segera menerkam Bima hendak dimakan mentah-mentah. Namun segera gigi raksasa patah begitu digunakan menggigit Bima. Prabu Dawaka marah. dan mereka pun berkelahi. Raja raksasa itu pun akhirnya mati terkena kuku Pancanaka.
Karena merasa berhutang budi, saat itu Resi Hijrapa dan salah seorang anaknya yang bernama Rawa, bersumpah akan mengorbankan jiwanya sebagai tumbal perang bagi kemenangan pihak Pandawa dalam Baratayuda kelak.
Cerita selanjutnya sama dengan versi yang pertama.
Kisah itu terdapat dalam lakon Bima Swarga yang lazim dipentaskan pada saat upacara kremasi. pembakaran jenazah, atau Pitra Yadnya. Pada suatu hari dalam pengembaraannya, sampailah Pandawa ke wilayah Kerajaan Cempalaradya. Sesudah beberapa hari Dewi Kunti dan kelima anaknya berada di negeri itu, mereka mendengar berita tentang adanya sayembara putri Cempala.
Menurut sayembara itu, siapa saja pria yang sanggup mengalahkan Patih Gandamana, ia berhak menjadi suami putri raja Cempala, bernama Dewi Drupadi. Banyak putra raja dan ksatria sakti yang mencoba mengadu nasib, tetapi mereka semua dika-lahkan oleh Patih Gandamana. Akhirnya, Bima maju ke gelanggang. Dalam mengadu kekuatan melawan Patih Gandamana, semula Bima selalu terdesak. Bahkan suatu ketika Bima berhasil diringkus sehingga sulit bergerak. Untuk melepaskan diri dari cengkeraman Gandamana, tanpa sengaja kuku Pancanaka Bima menekan dan menusuk dada Gandamana. Seketika itu juga tubuh Gandamana menjadi kehilangan daya. dan terhuyung jatuh.
Sebelum sampai pada ajal Gandamana teringat bahwa menurut suratan takdir, ia hanya bisa mati bilamunu dikalahkan salah suorang dari keluarga Pandawa. Karena itu ia lalu bertanya pada Bima, lentang asal usulnya. Setelah tahu siapa Bima, Gandamana lalu mewariskan ilmunya, yakni Aji Wungkal Bener dan Aji Bandung Bandawasa. Dengan aji itu, Bima akan memperoleh semangat dan kekuatan dahsyat bilamana ia merusa tindakannya benar.
Sesudah mengalahkan Patih Gandamana, Bima mengatakan kepada Prabu Drupada bahwa ia mengikuti sayembara itu sebagai wakil kakak sulungnya. Puntadewa. Karena itu. menurut pewayangan, yang nicnikah dengan Dewi Drupadi aclalah Puntadewa.
Versi yang lain, yakni menurut Kitab Mahabarata, menyebutkan Arjunalah yang memenangkan sayemhara itu. Bunyi sayembaranya juga berbcda. Menurut versi ini. barang siapa yang sanggup mcmanah dengan gendewa pusaka milik Kerajaan Pancala (Cempakiradya). ialah yang akan dinikahkan dengan Drupadi. Menurut Mahabarata pula, Dewi Drupadi bukan hanya istri Puntadewa, melainkan istri kelima Pandawa.
Bima juga pernah berjasa pada Prabu Matswapati, raja Wirata. Ketika Bima dan para Pandawa lainnya serta Dewi Drupadi bersembunyi dan menyamar di Wirata, Bima menyamar sebagai pemotong hewan dengan nama Jagal Abilawa. Waktu itu Bima mem-bunuh Rajamala, Rupakenca, dan Kencakarupa. Ke-tiganya adalah ipar Prabu Maswapati sendiri, yang berniat buruk terhadap raja. Selain itu Bima dan saudara-saudaranya juga membantu Kerajaan Wirata mengusir bala tentara Astina dan Kerajaan Trigata yang datang menyerang.
Ketika para Pandawa yang diwakili Puntadewa kalah berjudi melawan Kurawa yang diwakili Patih Sengkuni, Permaisuri Amarta, Dewi Drupadi dihina serta diperlakukan melebihi batas oleh Dursasana. Waktu itu Dewi Drupadi bersumpah tidak akan menyanggul rambutnya untuk selamanya, sebelum ia berkeramas dengan darah Dursasana. Bima yang menyaksikan kesewenangan itu bersumpah akan membunuh Dursasana serta akan menghirup darahnya. Sumpahnya itu akhirnya terlaksana ketika pecah Baratayuda.
Setelah mengetahui Gatotkaca gugur oleh senjata Kunta Wijayandanu milik Adipati Kama, Bima me-ngamuk. la berusaha keras mendekati Adipati Kama, namun barisan Kurawa sekuat tenaga menghalanginya. Pada hari ke-16, ia berjumpa dengan Dursasana yang ikut menghalangi usaha Bima untuk berhadapan dengan Basukama. Keduanya terlibat dalam perang landing, namun tak lama kemudian Dursasana melarikan diri. Bima terus mengejar, sehingga suatu saat. ketika berusaha menyeberangi Sungai Kelawing. lawannya terjatuh. Dengan mudah Bima menangkapnya dan menjambak rambut Dursasana — seperti yang pemah dilakukan terhadap Drupadi dulu, diseret kembali ke gelanggang Tegal Kurusetra. Di medan jurang ilu dengan kuku Pancanaka nya Dursasana dibunuh, darah Dursasana yang dihirup Bima digunakan untuk mengeramas rambul Dewi Drupadi.
Selain itu, dalam Baratayuda, di hari ketujuhbelas Bima juga membunuh Patih Sengkuni secara kejam. Patih Astina yang dikenal sebagai penyebar fitnah dan perencana macam-macam kejahatan itu, oleh Bima dirobok mululnya. Belum puas dengan ilu. Bima lain menusukkun kuku Pancanaka ke anus Sengkuni dan menguliti patih Astina itu, sehingga scluruh kulitnya lepas dari tubuhnya. Hanya dengan cara itulah Patih Sengkuni dapat dibunuh, karena seluruh kulitnya memang kebal berkat Lenga Tala yang pernah dilumurkan ke seluruh tubuhnya, kecuali anusnya. Kematian Sengkuni secara menyedihkan itu juga merupakan perujudan kutukan Patih Gandamana yang juga pernah difitnah Sengkuni. (Lakon Gondomana Luweng)
Karena terlalu bernafsu mengejar musuhnya, Bima menjadi kurang waspada dan masuk ke dalam jebakan kubangan lumpur itu. Arjuna yang melihat abangnya dalam bahaya segera menolong, namun sebelum ia berhasil menarik Bima, Prabu Gardapati mendorongnya sehingga ikut pula terjerumus masuk dalam jebakan itu.
Karena Prabu Anom Duryudana berpesan agar Bima dan Arjuna langsung dibunuh, dengan pedangnya Prabu Gardapati berniat hendak memenggal kepala mereka. Namun sewaktu mengayunkan pedangnya, dengan cepat Bima melompat dan menarik tangan Gardapati sehingga ikut pula jatuh ke kubangan lumpur.
Kresna lain berbisik memberitahukan pada Arjuna, bahwa sebenarnya tidak seluruh tubuh Duryudana kebal. Bagian paha kirinya tidak. Setelah mema-hami bisikan Kresna itu Arjuna lalu memberi isyarat pada abangnya, dengan cara menepuk-nepuk paha kirinya (Sebagian buku wayang menyebutkan bukan paha kirinya melainkan betisnya, — namun yang benar adalah paha, karena kata wentis dalam bahasa Jawa artinya paha). Bima segera maklum akan isyarat adiknya itu. Dengan sekuat tenaga dihantamnya paha Duryudana hingga hancur dan sulit berdiri lagi. Habislah kekuatan musuhnya. Pukulan gada berikutnya menyebabkan Prabu Anom Duryudana tewas seketika.
Melihat apa yang dilakukan Bima terhadap musuhnya, Prabu Baladewa marah sekali. la menilai Bima curang. Karena itu sebagai wasit, Baladewa hendak menghukum Bima yang dianggapnya melang-gar peraturan. Tetapi Prabu Kresna segera mencegah dengan mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi karena kutukan Begawan Maetreya yang pernah dihina Duryudana. Menjelang pecan Baratayuda, Begawan Maetreya datang menghadap Prabu Anom Duryudana untuk memberi saran pada penguasa Astina itu, agar memenuhi segala tuntutan para Pandawa.
Waktu itu Duryudana bukan mendengarkan nasihat itu, melainkan malahan membuang muka sambil menepuk-nepuk paha kirinya. Katanya: “Seorang brahmana hanya boleh bicara kalau raja menanyakan pendapatnya….” Karena sakit hati diperlakukan Duryudana seperti itu, Begawan Maetreya lalu mengutuknya, paha kirinya akan remuk dalam Baratayuda nanti. Setelah mendengar penjelasan Kresna seperti itu, barulah Prabu Baladewa reda marahnya dan memaafkan Binia.
Bima hampir menemui ajalnya sesaat setelah Baratayuda usai. Waktu itu. diantarkan oleh Prabu Kresna, Bima dan para Pandawa lainnya datang ke Istana Astina untuk menghadap Prahu Drestarastra. Meskipun Drestarastra adalah ayah para Kurawa. musuh mereka, namun raja Astina itu adalah kakak kandung Pandu Dewanata. ayah para Pandawa. Karena itu Puntadewa selalu mengingatkan adik-adiknya agar tetap hormat pada Prabu Drestarastra.
Namun rupanya Prabu Drestarastra masih tetap menyimpan dendam pada para Pandawa. Dendam raja tua itu terutama ditujukan kepada Bima yang di-anggapnya telah semena-mena dan bertindak ke-terlaluan kejarn dalam Baratayuda. Sakit hati Prabu Drestarastra ketika mendengar laporan tentang kematian Dursasana yang dirobek dadanya dan dihirup darahnya oleh Bima. Dresatarastra juga sakit hati mendengar laporan tentang kematian Duryudana. Ayah para Kurawa itu menilai Bima curang, tidak bcrlaga secara ksalria dalam perkelahian itu.
Dendam inilah yang menyebabkan Prabu Drestarastra nyaris membunuh Bima dengan kesaktian yang dimiliknya, yakni Aji Lebur Sekeli. (Sebagian dalang menyebutnya Aji Gelap Sayuta)
Seperti juga tokoh wayang terkenai lainnya, Bima memiliki banyak nama. Nama lainnya adalah Bratasena, atau Wijasena, yang sering digunakan para dalang untuk menyebut Bima tatkala masih muda. Nama Wrekudara yang berarti ‘perut srigala’, menandakan bahwa ia seorang yang amat banyak makannya. Bratasena dan Aryasena menandakan ia pernah membunuh Gajah Sena waktu masih bayi. Nama Arya Brata menandakan ia seorang yang tahan menderita. Arya Jodipati adalah sebutannya yang menandakan Bima tinggal di Kasatrian Jodipati. Kasatrian ini sebelumnya adalah sebuah kerajaaajin yang diperin-tah oleh Prabu Dandunwacana. Raja jin itu dikalahkan, dan menyatu dalam diri Binia. Sedangkan Kerajaan Jodipati dijadikan kasatriannya. Dari Dandunwacana pula Bima mewarisi gada pusaka Lukitasari. Nama Jayadilaga dan Kusumadilaga menandakan ia seorang Bayu Tanaya, Bayu Suta dan Bayusiwi adalah nama-nama yang merupakan tanda bahwa Bima adalah putra Batara Bayu.
Selain Antareja dan Gatotkaca, menurut peda-langan di daerah Yogyakarta dan dacrah-daerah di sebelah haratnya, Bima juga mempunyai anak yang lain, bernama Antasena. Ibu Antasena adalah Dewi Urangayu. Hidupnya di samudra. Sedangkan menurut pedalangan di sebelah timur Yogyakarta, Antasena dianggap sebagai nama lain dari Antareja.
Sementara itu dalam pedalangan Gagrak Banyumasan, Antasena mempunyai adik seorang lagi, bernama Srenggini. Dalam pewayangan tokoh ini ditampilkan sebagai ksatria mirip Antasena. tetapi mempunyai ‘capit’ di kepalanya dan insang di lehernya.
Dalam lakon Bima Kacep, sebuah lakon lama yang kini hampir tidak pernah lagi dipergelarkan. Bima juga mempunyai anak hasil hubungannya dengan Dewi Uma. Anak itu, lahir perempuan, dan diberi nama Bimandari.
Kisahnya, sewaktu Bima bertapa untuk memohon kemenangan dalam Baratayuda, Dewi Uma turun dari kahyangan untuk menggoda Bima.
Bima pernah bertukar ilmu dengan Anoman, salah satu saudara tunggal bayu nya. Dari Anoman. Bima mendapat ilmu mengenai pembagian zaman, sedangkan Bima mengajarkan ilmu Sasra Jendra. Selain kuku Pancanaka, Bima memilki dua gada sakti yakni gada Rujakpolo dan Lukitasari. Ksatria yang berkumis dan berjenggol itu juga memiliki anak panah pusaka bernama Bargawastra yang besar sekali ukurannya. Anak panah itu dapat digunakan berkali-kali karena Bargawastra selalu akan kembali pada pemiliknya setelah mengenai sasarannya.
Watak Bima yang lugas, jujur. tidak pandang bulu, dan tegas. sebenarnya sering bertentangan dengan Yudistira. Bima menganggap kakak sulungnya itu sering bersikap terlalu nrima, terlalu pemaaf. terlalu lama mengamhil keputusan. la juga membenci kebiasaan Yudistira yang dinilai suka berjudi. Waktu menyaksikan penistaan para Kurawa terhadap Dewi Drupadi, selain mengutuk Dursasana, Bima juga hendak mengumpat abangnya — yang dinilai bertanggung jawah terhadap kesengsaraan itu. Namun niatnya ini dicegah Arjuna yang sadar bahwa di hadapan para Kurawa, mereka tidak boleh tampak bertengkar.
Padahal ketika itu. pertanyaan yang sama dijawab Puntadewa dengan nada keengganan, sedangkan Arjuna menjawab, akan mengikuti apa yang terhaik yang diputuskan Kresna. Menurut Serat Hariwangsa karya Empu Panuluh. di kala muda usia Bima sebenarnya pernah mati. Ini terjadi sewaktu Kresna. yang waktu itu lebih dikenal dengan panggilan Narayana, menculik Dewi Rukmini. Prabu Bismaka, ayah Rukmini. merasa tidak sanggup melawan Kresna. Karena itu, alas saran Bega-wan Druna, raja Kumbina itu meminta bantuan Pandawa untuk melawan Kresna. Permintaan bantuan itu oleh Yudistira disetujui. Keputusan ini sebenarnya tidak disetujui Bima dan Arjuna. namun bagaimana pun yang menjadi raja adalah Yudistira.
Perang itu barn berakhir sesudah para dewa datang melerai. Para Pandawa diberi tahu bahwa Dewi Rukmini sesungguhnya memang merupakan jodoh Narayana. Sesudah berdamai, dengan kembang Cangkok Wijayakusuma. Prabu Kresna lalu meng-hidupkan kembali Bima, Baladewa. dan Yudistira.
Bima mengenakan hiasan kening yang bernama pupuk mas. Di telinganya ada hiasan yang bemama sumping pudak sinumpet. Di lehemya melingkar kalung bernama naga banda yang berbentuk lilitan ular naga. Sedangkan di lengannya, terikat hiasan kelat bahu bernama balibar manggis. Gelang yang dikenakannya bemama candra kirana. Sedang kain kampuhnya yang hermotif poleng, bemama kampuh poleng bang bintulu.
Pada seni kriya Wayang Kulit Purwa dari gagrak Surakana dan Yogakarta, tokoh Bima ditampilkan da-lam enam belas macam wanda, yakni wanda Mimis, Lintang, Lindu Panon, Lindu Bambang, Tatit, Ketug, Jagor (Jagur), Kedu, Gandu, Jagong, Bedil, Mbugis, dan Gurnat. Wanda Lindu Panon ditampilkan mana-kala Bima sedang mengamuk. Tokoh Bima pada seni kriya Wayang Kulit Purwa gagrak Yogyakarta digambarkan bercawat, tidak bercelana. Sedangkan pada gagrak Surakarta, ia mengenakan celana.
Berikut ini adalah bentuk-bentuk sebagian wanda Bima.
Bima wanda Lintang diciptakan tahun 1655 Saka atau 1733 Masehi pada zaman Paku Buwana II, raja Kartasura. Badannya agak gemuk, tubuhnya agak condong ke depan dan bahu belakangnya lebih tinggi dibandingkan yang depan. Lehernya relatif agak panjang. Wanda Gurnat yang mengambil nama dari Kyai Jagurnat, sebuah meriam yang dianggap sebagai pusaka di Surakarta, diciptakan pada zaman Paku Buwana IV. Badannya agak gemuk. kedua bahunya relatif rata dibandingkan dengan wanda-wanda yang lain, namun bahu belakang tetap sedikit lebih tinggi, wajahnya agak melongok ke depan, ukuran lingkar gelungnya sedang.
Pada pertunjukan Wayang Orang, yang dipilih un-tuk memerankan tokoh Bima selalu adalah penari yang bertubuh tinggi besar. gagah, dan bersuara berat. Dibandingkan dengan tokoh wayang lainnya, Bima paling banyak ditampilkan dalam bentuk area candi. Patung atau relief yang menggambarkan Bima di antaranya terdapat di Candi Sukuh, Candi Ceta, Candi Popoh di dekat Blitar, dan di Pura Kebo Edan dekat Gianyar, Bali. (Sumber: Copas dari Internet)
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !