Kirab
Pusaka Karaton Surakarta Kirap pusaka Karaton adalah tatacara Karaton Surakarta
Hadiningrat yang dilaksanakan secara tetap pada setiap malam menjelang tanggal
1 Sura Tahun Baru Jawa, yang dimulai kira-kira jam 12 malam sampai kira-kira
jam 4 pagi. Kirap pusaka Karaton berupa pawai atau arak-arakan beberapa pusaka
Karaton Surakarta Hadiningrat yang memiliki daya magis atau daya prabawa yang
dipercaya mengandung daya ampuh, kasakten. Pusaka-pusaka yang dikirapkan
tersebut adalah peninggalan dari jaman Karaton Majapahit atau jaman sebelumnya.
Oleh karena itu pusaka-pusaka tersebut memiliki sejarah, disamping memiliki
daya prabawa (magis) ampuh, daya keramat atau sakral serta dilaksanakan pada
waktu tertentu, tidak berubah waktunya dan dilangsungkan secara turun-temurun.
Tata
urutan sebelum pusaka diirabkan, yakni pertama kali pusaka yang hendak
dikirabkan diambil dari kamar pusaka yang berada di Dalem Agung Prabasuyasa.
Beberapa pusaka mulai dikeluarkan dari kamar pusaka yang dibawa oleh abdi dalem
atau petugas yang ditunjuk oleh ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwana
XII, selanjutnya pusaka-pusaka dibawa ke parasdya, di parasdya diadakan
penentuan siapa saja yang diwajibkan membawa pusaka-pusaka yang akan dikirabkan
adalah para putra santana dalem dan para abdi dalem yang memang sudah
didawuhkan utuk berada di parasdya. Diparasdya pusaka-pusaka diterima oleh
pangagenging putra sentana dalem dan kerabatnya pusaka-pusaka itu dipimpin oleh
pangagenging Putra Sentana Dalem, sampai pusaka itu kembali ke karaton.
Sesampainya kembali ke karaton, kira-kira jam 4 pagi, pusaka-pusaka diterima
oleh Ingkang Sinuhun di parasdya Agung Sasanasewaka, untuk seterusnya
dimasukkan kedalam kamar pusaka di Dalem Agung Prabasuyasa.
Sebelum
kirab pusaka dimulai diadakan sesaji “Murwah Warsa” di Karaton Surakarta. Yang
diberi Tugas atau yang diinginkan datang :
a.
Putra-putri dalem, Pangeran Santana Abdidalem Santana Riya-Nginggil dengan isteri/suaminya.
b.
Putra dalem yang belum menerima sebutan Pangeran.
c.
Priyantun-priyantun dalem.
d.
Abdi dalem Bupati yang berpangkat Riya nginngil yang disebut KRMH, KRH, KRMHT
dan Abdi dalem Bupati/Bupati Anom termasuk Anom-Anom bersama isteri/suaminya.
e.
Abdi Dalem Sentana Riya Ngandhap dan panji beserta isteri/suaminya.
f.
Abdi dalem panewu Mantri termasuk Anon-anon ke bawah danabdi dalem Estri yang
bertugas mengikuti kirab.
g.
Warga paguyuban Mekar Budaya, Trah-trah ing Salatiga, Paguyuban Trah Kadilangu
h.
Paguyuban/keluarga Pa.Ka.Sa.
i.
Pakuyuban yang lain yang berkeinginan dan diijinkan ikut kirab.
j.
Bagi yang tidak diberi tugas juga dipperkenankan untuk ikut kirab, sedangkan
yang tidak ikut kirab kembali ke paningrat lagi.
Adapun
rute yang dilalui menuju Alun-Alun Utara, Gladag, Sangkrah, Jalan Pasar Kliwon,
Gading, Gemblegan, terus ke Nonongan, ke jalan Slamet Riyadi, ke arah timur
menuju Gladag lagi, masuk ke alun-alun utara, menuju ke Kamandungan terus masuk
ke Karaton lagi kira-kira sudah jam 4 pagi. Arah kirab pusaka melalui
jalan-jalan tersebut yakni jalan yang mengelilingi Karaton Surakarta, dengan
arah “Pradaksina” artinya Karaton selalu berada disebelah “Kanannya” kirab
artinya pada saat kirab berlangsung rakyat menunggu sejak jam 9 malam , dan
sepanjang jalan tersebut dipadati oleh manusia yang berasal dari wilayah Kodya
maupun penduduk wilayah Dati II sekitarnya (Sukoharjo, Boyolali, Sragen,
Wonogiri, Karanganyar, Grobogan) yang tak terbilang jumlahnya.
Dalam
pelaksanaannya kirab yang ada di depan yaitu Kebo Bule Kyai Slamet sebagai
Cucuking Lampah. Kyai Slamet sebenarnya nama pusaka yang berwujud tombak
sedangkan “Kebo Bule” merupakan “Emban”dari pusaka tersebut namun sekarang Kebo
Bule tersebut lazim orang menyebutnya “Kyai Slamet”. Kebo Bule merupakan hewan
kesayangan Susuhunan yang sejak dulu kala dipelihara dan anak beranak hingga
jumlahnya sekarang enam dikalangan karaton / masyarakat dianggap hewan
“Karamat”. Barisan kirab pusaka ini diadakan oleh barisan sekelompok Kebo Bule
Kyai Slamet, jadi sekelompok Kebo Bule Kyai Slamet menjadi “Cucuking Lampah”
kirab, baru dibelakang Kebo Bule Kyai Slamet barisan para pembawa pusaka-pusaka
yang terdiri para putra Santana dalem. Santana Dalem lainnya, para abdi dalem
dan mereka barisan Pa.Ka.Sa (Perkumpulan Kerabat Surakarta), semua yang
mengikuti kirab mengenakan “samir” dengan mengenakan untaian bunga melati di
telinganya kiri bagi pembawa pusaka-piusaka tersebut yang namanya gajah
ngoling.
Pada
jaman Karaton Majapahit setiap tahunannya diadakan hajat nagari yang disebut
“Wilujengan Nagari” atau mohon keselamatan negara, oleh para raja Majapahit,
yang lazim disebut “Murwa Warsa” Selametan negara ini disebut “Rajawedha”
setelah Majapahit runtuh Karaton Jawa pindah ke Demak Jawa Tengah. Demak tetap
melaksanakan selamatan “Rajawedha” meskipun Demak telah menganut agama Islam,
pola jaman Karaon Demak, selamatan dan sesaji Rajawedha ini terdiri dari atas
bermacam-macam daging Mahesa (kerbau) sehingga nama sesaji Rajawedha tersebut
berganti nama “Mahesa Lawung” selametan atau sesaji Mahesa Lawung
diselenggarakan dibulan Krendhawahana, sebelah utara Surakarta atas petunjuk
Sunan Kalijaga.
Pada
masa pemerintahan Susuhunan Paku Buwana X, selametan Mahesa Lawung tadi
ditambah kirab pusaka Kangjeng Kyai Slame, pada setiap malam Jumat dan malam
Selasa Kliwon mengelilingi Baluwarti bagian dalam. Sementara sesaji tetap
dilaksanakan di dalam kedhaton. Akan tetapi pada masa pemerintahan Susuhunan
Paku Buwana XI (1939 – 1945). Kantor Surakarta tidak menyelenggarakan selametan
Mahesa lawung dan juga tidak melaksanakan kirab pusaka lagi dan juga Mahesa
Lawung, namun semula kirab kirab pusaka Kangjeng Kyai Slamet hanya mengelilingi
Baluwarti bagian dalam kira-kira tahun 1964. Susuhunan Paku Buwana XII memerintahkan
agar kirab pasuka mengelilingi rute yang lebih panjang dan lebih lama, dengan
rute seperti tersebut di atas.
Kirab
pusaka ini bersifat sakral Suci atau ritus pusaka-pusaka yang dikirabkan adalah
berpredikat “Kangjeng Kyai” artinya dipercaya memiliki daya prabawa, ampuh,
magis. Dengan kekuatan daya prabawa yang tinggi itu bisa memancarkan daya
“keselamatan”, kesejahteraan, dan keberkahan” kepercayaan akan pusaka-pusaka
yang memiliki daya magis tinggi itu merupakan manisfestasi “kebudayaan Karaton”
yang disebut “Uwoh pangolahing budi” atau “pamesu budi” yang selalu berhubungan
dengan yang Maha Ghaib atau Tuhan Yang Maha Esa. Ciri khas adat Karaton yakni
selalu berhubungan dengan kepercayaan dan mengenal adanya pepundhen salah satu
diantaranya yakni pusaka Karaton.
Berdasarkan
wewarah atau ajaran Susuhunan Paku Buwana IX, bahwa sebenarnya yang disebut
budaya, itu sama dengan pusaka “Pusaka Kedhaton” apabila pusaka ini dihormati
di junjung tinggi atau dihargai akan mendapatkan “keberkahan” memberi berkah.
Namun sebaliknya kalau pusaka tadi di sia-sia, yakni terlantarkan/direndahkan
atau tidak dilestarikan akan menimbulkan keadaan yang tidak mengenakkna atau
tidak menyenangkan yang disebut “halad”.
Makna
atau intisari kirab pusaka adalah penyebaran “daya magis” pusaka-pusaka yang
dikirabkan untuk keselamatan dan kesejahteraan Karaton dalam Surakarta
Hadiningrat, bangsa, dan negara Indonesia. Magis menurut istilah Karaton, sama
dengan “daya prabawa” artinya daya kekuatan yang tak tampak, yang “terkasad mata”
yang tampak hanya benda yang berwujud. Adapun yang dimaksud pusaka adalah benda
apa saja bentuk dan wujudnya, tetapi yang dianggap mengandung “daya magis”
(daya prabawa) atau memiliki daya keramat (sakral). Kirab pusaka sebagai
tatacara adat pada malam menjelang Sura tahun baru Jawa, intinya bukan pameran
senjata kuno, akan tetapi cara memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa akan
Rahmatnya agar daya magis pusaka-pusaka yang dikirabkan tadi membawa
keselamatan, kesejahteraan dan berkah bagi Karaton Surakarta, bangsa dan negara
Indonesia seisinya.
Untuk
menjaga kekhitmatan, mereka yang mewajibkan ngampil pusaka dan juga yang
mengikuti kirab, tidak diperkenankan berbicara, bersenda gurau, merokok dan
sebagainya, karena intinya kirab adalah mohon kepada Tuhan, maka dalam suasana
kirab hendaknya diliputi suasana hening, tidak berbicara.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !