Bangunan adat
rumah jawa
Bangunan pokok
rumah adat Jawa ada lima macam, yaitu: panggung pe,
kampung, limasan, joglo dan tajug. Namun dalam perkembangannya, jenis tersebut
berkembang menjadi berbagai jenis bangunan rumah adat Jawa, hanya bangunan
dasarnya masih tetap berpola dasar bangunan yang lima tersebut
(Narpawandawa, 1937-1938).
Di dalam
bangunan rumah adat Jawa tersebut juga ditentukan ukuran, kondisi perawatan
rumah, kerangka, dan ruang-ruang di dalam rumah serta situasi di sekeliling
rumah, yang dikaitkan dengan status pemiliknya. Di samping itu, latar belakang sosial, dan kepercayaannya ikut
berperanan. Agar memperoleh ketentraman, kesejahteraan, kemakmuran, maka
sebelum membuat rumah di’petang’ (diperhitungkan) dahulu tentang waktu, letak,
arah, cetak pintu utama rumah, letang pintu pekarangan, kernagka rumah, ukuran
dan bengunan rumah yang akan dibuat, dan sebagainya. Di
dalam suasana kehidupan kepercayaan masyarakat Jawa, setiap akan membuat rumah
baru, tidak dilupakan adanya sesajen, yaitu bensa-benda tertentu yang disajikan
untuk badan halus, danghyang desa, kumulan desa dan sebagainya, agar dalam usaha
pembangunan rumah baru tersebut memperoleh keselamatan (R. Tanaya,
1984:66-78).
Dalam
perkembangan selanjutnya, bangunan rumah adat Jawa berkembang sesuai dengan
kemajuan. Berdasarkan tinjauan perubahan atapnya, maka terdapatlah bangunan
rumah adat Jawa sebagai berikut.
Bangunan
model/bentuk Panggung Pe dalam perkembangannya terdapat bangunan Panggung Pe
(Epe), Gedong Selirang, Panggung Pe Gedong Setangkep, Cere Gancet, Empyak
Setangkep, Trajumas, Barongan, dan sebagainya. Dari bangunan rumah kampung
berkembang menjadi bangunan rumah kampung, Pacul Gowang, Srotong, Daragepak,
Klabang Nyander, Lambang Teplok, Lambang Teplok Semar Tinandhu, Gajah Jerum,
Cere Gancet Semar Tinnadhu, Cere Gancet Semar Pinondhong, dan sebagainya. Dari
bangunan Rumah Limasan berkembang menjadi bentuk rumah Limasan Lawakan, Gajah
Ngombe, Gajah Jerum, Klabag Nyonder, Macan Jerum, Trajrumas, Trajrumas Lawakan,
Apitan, Pacul Gowang, Gajah Mungkur,
Cere Goncet, Apitan Pengapit, Lambang Teplok Semar Tinandhu, Trajrumas Rambang
Gantung, Lambangsari, Sinom Lambang Gantung Rangka Usuk Ngambang, dan
sebagainya. Dari perkembangan bangunan rumah Joglo terdapatlah bangunan rumah
Joglo, Joglo Limasan Lawakan atau Joglo Lawakan, Joglo Sinom, Joglo Jampongan,
Joglo Pangrawit, Joglo Mangkurat, Joglo Wedeng, Joglo Semar Tinandhu, dan
sebagainya. Dari jenis tajug dalam perkembangannya terdapatlah bangunan rumah
tajug (biasa untuk rumah ibadah), tajug lawakan lambang teplok, tajug semar
tinandhu, tajug lambang gantung, tajug semar sinonsong lambang gantung, tajug
lambang gantung, tajug semar sinonsong lambnag gantung, tajug mangkurat, tajug
ceblakan, dan sebagainya (Narpawandawa 1936-1936).
Disamping bentuk
bangunan rumah baku tersebut, masih terdapat bangunan
rumah untuk musyawarah (rapat), rumah tempat menyimpan padi (lumbung) atau
binatang ternak (kandang, gedhongan, kombong), untuk alat-alat (gudang) dan
sebagainya (Gatut Murdiatmo, 1979/1980; Koentjaraningrat, 1971; almanak
Narpawandawa, 1935-1938; Sugiyanto Dakung, 1982/1982; Radjiman,
1986.
Komposisi dan
Lingkungan Rumah Tempat Tinggal
Yang
dimaksudkan dengan komposisi rumah ialah susunan dan pengaturan cetak bangunan
lain terhadap bangunan rumah tempat tinggal (induk).
Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan di sini ialah rumah tempat tinggal dan
rumah-rumah kelengkapan dengan tata susunannya dalam suatu rumah tangga sebuah
keluarga
Dalam masyarakat
Jawa, susunan rumah dalam sebuah rumah tangga terdiri dari beberapa bangunan
rumah. Selain rumah
tempat tinggal (induk), yaitu tempat untuk tidur, istirahat anggota keluarga,
terdapat pula bangunan rumah lain yang digunakan untuk keperluan lain dai keluarga tersebut. Bangunan rumah tersebut terdiri dari:
pendhapa, terletak di depan rumah tempat tinggal, digunakan untuk menerima tamu.
Rumah belakang (omah mburi) digunakan untuk rumah tempat
tinggal, di antara rumah belakang dengan pendapa terdapat pringgitan.
Pringgitan ialah tempat yang digunakan untuk pementasan
pertunjukan wayang kulit, bila yang bersangkutan mempunyai kerja (pernikahan,
khitanan, dan sebagainya). Dalam pertunjukan tersebut
tamu laki-laki ditempatkan di pendapa, sedang tamu wanita ditempatkan di rumah
belakang. Susunan rumah demikian mirip dengan susunan
rumah istana Hindu Jawa, misalnya Istana Ratu Boko di dekat
Prambanan.
Bagi warga masyarakat umum yang mampu, disamping bangunan rumah tersebut, tempat tinggalnya (rumah) masih dilengkapi dengan bangunan lainnya, misal: lumbung, tempat menyimpan padi dan hasil bumi lainnya. Biasanya terletak di sebelah kiri atau kanan Pringgitan. Letaknya agak berjauhan. Dapur (pawon) terletak di sebelah kiri rumah belakang (omah buri), tempat memasak. Lesung, rumah tempat menumbuk padi. Terletak di samping kiri atau kanan rumah belakang (pada umumnya terletak di sebelah belakang). Kadang-kadang terdapat lesung yang terletak di muka pendapa samping kanan. Kandang, untuk tempat binatang ternak (sapi, kerbau, kuda, kambing, angsa, itik,ayam dan sebagainya). Untuk ternak besar disebut kandang, untuk ternak unggas, ada sarong (ayam), kombong (itik, angsa); untuk kuda disebut gedhongan. Kandang bisa terdapat di sebelah kiri pendapa, namun ada pula yang diletakkan di muka pendhapa dengan disela oleh halaman yang luas. Gedhongan biasanya menyambung ke kiri atau ke kanan kandhang. Sedang untuk sarong atau kombong terletak di sebelah kiri agak jauh dari pendhapa.
Kadang-kadang terdapat peranginan, ialah bangunan rumah kecil, biasanya diletakkan disamping kanan agak berjauhan dengan pendapa. Peranginan ini bagi pejabat desa bisa digunakan untuk markas ronda atau larag, dan juga tempat bersantai untuk mencari udara segar dari pemiliknya. Kemudian terdapat bangunan tempat mandi yang disebut jambang, berupa rumah kecil ditempatkan di samping dapur atau belakang samping kiri atau kanan rumah belakang. Demikian pula tempat buang air besar/kecil dan kamar mandi dibuatkan bangunan rumah sendiri. Biasanya untuk WC ditempatkan agak berjauhan dengan dapur, rumah belakang, sumur dan pendhapa. Pintu masuk pekarangan sering dibuat Regol.
Demikian sedikit
variasi bangun rumah adat Jawa yang lengkap untuk sebuah
keluarga. Hal tersebut sangat bergantung pada kemampuan keluarga. Secara lengkap kompleks rumah tempat tinggal orang Jawa adala rumah
belakang, pringgitan, pendapa, gadhok (tempat para pelayan), lumbung, kandhang,
gedhogan, dapur, pringgitan, topengan, serambi, bangsal, dan sebagainya.
Jaman dahulu besar kecilnya maupun jenis bangunannya dibuat menurut selera
serta status sosial pemiliknya didalam
masyarakat
Masyarakat Jawa
lama disusun atas dasar kedudukan sosial, teritorial, komunal, dan religius.
Dasar tersebut dalam proses pembentukan masyarakat Jawa akan terpancar dalam
ciri-ciri dasar masyarakat Jawa yang tetap mereka pertahankan dan mereka
lestarikan keberadaannya dalam wujud pandangan dunia orang Jawa. Pandangan dunia
dimaksudkan sebagai keseluruhan keyakina deskriptif tentang kenyataan suatu
kesatuan antara alam, masyarakat, dan alam gaib, yang daripada Nya manusia
berusaha memberi suatu struktur yang bermakna bagi pengalamannya.
|
Bagi
orang Jawa, baik sebagai individual maupun anggota masyarakat, realita itu tidak
dibagi-bagi secara terpisah-pisah dan tanpa hubungan satu sam lain, melainkan
ia dilihat sebagai satu kesatuan yang
menyeluruh.
Bagi orang jawa
dunia masyarakat dan dunia gaib, atau dunia Adi Kodrati bukanlah tiga bidang
yang berdiri sendiri-sendiri, dan masing-masing mempunyai hukumnya sendiri,
melainkan merupakan satu kesatuan pengalaman. Pada
hakekatnya, orang Jawa tidak membedakan antara sikap religius atau tidak
religius dan interaksi-interaksi sosial religius, tetapi tetapi ketiganya
merupakan penjabaran manusia Jawa tentang sikapnya terhadap alam, seperti halnya
sikap alam yang sekaligus mempunyai relevansi sosial. Di sini antara pekerjaan,
interaksi, dan doa tidak ada perbedaan yang hakiki
(Mulder, 1975:36).
Tolok
ukur anti pandangan dunia orang Jawa adalah nilai pragmatisme atau
kemanfaatannya untuk mencapai keadaan senang, tenteram dan seimbang lahir dan
batin antara dunia sini dengan dunia sana. Oleh karena
itu, apabila kita membicarakan pandangan dunia orang Jawa tidak terbatas pada
bidang agama, kepercayaan dan mitos, melainkan juga sistem pertanian, perayaan
pameran, kehidupan keluarga Jawa, seni dan budaya Jawa, sistem tempat tinggal
dan lingkungan tempat tinggal mereka. Maka perubahan yang terjadi akan meliputi pandangan hidup dan filsafat, budaya politik
Jawa, ekonomi, sosial dan budaya Jawa. Dalam hal ini Clifford
Geertz telah mengungkapkannya sebagai agama Jawa dala bentuk varian santri,
abangan dan priyayi dalam masyarakat Jawa (Cl. Geertz 1985). Sedangkan
Magnis Suseno (1885: 83-85), mengutarakan, terdapat empat lingkaran bermakna
dalam pandangan dunia orang jawa, yaitu
:
Lingkaran
Pertama, lebih bersifat ekstrovet, ialah bersifat terhadap dunia luar yang
dialami sebagai satu kesatuan gaib yang Illahi, yang Adi Kodrati antara alam,
masyarakat, dan alam adi kodrati yang kudus yang dilaksanakan dalambentuk ritus,
dan upacara-upacara inisiasi yang diterima tanpa kritik dan tanpa refleksi
eksplisit terhadap dimensi batin sendiri. Orang Jawa mengatakan: “bisoa ngaji,
nanging aja dadi modin”. Meksud pernyataan itu ialah bahwa
agama merupakan alat untuk mencapai tujuan. Tujuan akhir hidup manusia
adalah manunggal dengan sang Pencipta, Al Kholik.
Type dan sub
type Joglo :
1. Tawon Goni 2. Ceblokan 3. Jompongan 4. Pangrawit a. Hageng b. Lambang Gantung c. Mangkurat 5. Lambang sari 6. Kepuhan a. Lawakan b. Limolasan c. Kepuhan Apitan 7. Apitan 8. Wantah 9. Sinom 10. Trajumas Type dan sub type Tajug / Masdjid 1. Tawon Goni 2. Ceblokan 3. Lawakan 4. Lambang 5. Semar |
Type dan sub
type Limasan
1. Enom 2. Ceblokan 3.Cere Gancet 4. Gotong Mayit 5.Semar 6. Empyak Setangkep 7.Bapangan 8.Klabang Nyander 9.Trajumas 10.Lambang 11.Sinom 12. Apitan Type dan sub type Panggang Pe 1. Pokok 2.Trajumas 3.Kios 4.Gedhang 5.Cere Gancet 6.Empyak Setangkep 7.Barengan |
Type
dan sub type Kampung
1. Pokok 2.Trajumas 3.Gedhang Selirang 4.Sinom 5.Apitan 6.Gajah 7.Gotong Mayit 8.Cere Gancet 9.Dara Gepak 10.Baya Mangap 11.Pacul Gowang 12.Srontongan 13.Klabang Nyander 14.Jompongan 15.Semar 16. Lambang Teplok |
wadag wadeging warangka
jabaring
wadi
playune
cedak tuwa
olah raga
gegondele
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !