Headlines News :

Latest Post

Showing posts with label Profil. Show all posts
Showing posts with label Profil. Show all posts

KARAKTERISTIK AYAH

Written By Paknetyas on Wednesday, October 16, 2013 | 10:56 AM

Oleh: Rudy Himawan
Seorang Muslim sudah semestinya memikirkan masa depan dengan melakukan invesment -bukan dengan stock portofolio, 401K, rumah ataupun saving account, tetapi dengan shodaqoh jariyah, menyebarkan ilmu yang bermanfaat, dan membina anak yang sholeh/-ah. Ketiga aktivitas ini ternyata tercakup dalam proses pendidikan anak dan apalagi Alhamdulillah banyak diantara kita yang telah dikaruniai anak, sehingga saya tergerak untuk merangkum 6 karakteristik kepribadian seorang ayah idaman.


1. Keteladanan

Suatu pagi, saya terperanjat ketika melihat cara putriku memakaisepatunya. Ia langsung memasukkan kakinya ke dalam sepatu tanpa melepas talinya. Rupanya selama ini ia memperhatikan bagaimana cara saya memakai sepatu. Karena malas membuka simpul tali sepatu, sering kali saya langsung memakainya tanpa membuka dan mengikat simpul tali sepatu. Saya berusaha melarangnya dengan memberikan penjelasan bhw cara memakai sepatu seperti itu bisa mengakibatkan sepatu cepat rusak. Namun hasilnya nihil. Ini merupakan satu contoh nyata bhw anak, terutama pada usia dini, mudah sekali mencontoh orangtuanya. Tidak perduli apakah itu benar atau salah. Nasehat kita tidak ada manfaatnya, jika kita tetap melakukan apa yang kita larang.

Apakah kita sudah memberikan teladan yang terbaik kepada anak-anak kita?  Apakah kita lebih sering nonton TV dibandingkan membaca Al-Quran atau buku lain yang bermanfaat? Apakah kita lebih sering makan sambil jalan danberdiri dibandingkan sambil duduk dengan membaca Basmallah? Apakah kita
sholat terlambat dengan tergesa-gesa dibandingkan sholat tepat waktu? Apakah bacaan surat kita itu-itu saja?

Allah SWT berfirman dalam surat ash-shaff 61:2-3: "Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. "

Allah SWT juga mengingatkan untuk tidak bertingkah laku seperti BaniIsrail dalam firmanNya dalam surat Al-Baqoroh 2:44 "Mengapa kamu suruhorang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajibanmu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?"


2. Kasih Sayang dan Cinta

Kehangatan, kelembutan, dan kasih sayang yang tulus merupakan dasar penting bagi pendidikan anak. Anak-anak usia dini tidak tahu apa namanyatapi dengan fitrahnya mereka bisa merasakannya. Lihatnya bagaimana riangnya sorot mata dan gerakan tangan serta kaki seorang bayi ketika ibunya akan mendekap dan menyusuinya dengan penuh kasih sayang. Bayi kecilpun sudah mampu menangkap raut wajah yang selalu memberikan kehangatan, kelembutan, dan kasih sayang dengan tulus, apalagi mereka yang
sudah lebih besar.

Rasulullah SAW pada banyak hadith digambarkan sebagai sosok ayah, pamanatau kakek yang menyayangi dan mengungkapkan kasih sayangnya yang tulus ikhlas kepada anak-anak. Sebuah kisah yang menarik yang diceritakan oleh al-Haitsami dalam Majma'uz Zawa'id dari Abu Laila.

Dia berkata: "Aku sedang berada di dekat Rasulullah SAW. Pada saat itu aku melihat al-Hasan dan al-Husein sedang digendong beliau. Salah seorang diantara keduanya kencing di dada dan perut beliau. Air kencingnya mengucur, lalu aku mendekati beliau. Rasulullah SAW bersabda, 'Biarkan kedua anakku, jangan kau ganggu mereka sampai ia selesai melepaskan hajatnya.' Kemudian Rasulullah SAW membawakan air." Dalam riwayat lain dikatakan, 'Jangan membuatnya tergesa-gesa melepaskan hajatnya.'

Bagaimana dengan kita?
Sudahkan kita ungkapkan kecintaan kita yang tulus kepada anak-anak kita
hari ini?



3. Adil

Siapa yang belum pernah dengar kata sibling rivalry dan favoritism? Jika belum dengar, maka ketahuilah! Siapa tahu kita termasuk orang yang telah melakukannya. Seringkali kita terjebak oleh perasaan kita sehingga kita tidak berlaku adil, misalnya karena anak kita yang satu lebih penurut dibandingkan anak yang lain atau karena kita lebih suka anak perempuan
daripada anak laki-laki dll.

Rasulullah SAW bersabda: "Berlaku adillah kamu di antara anak-anakmu dalam pemberian." (HR Bukhari)

Masalah keadilan ini dikedepankan untuk mencegah timbulnya kedengkian diantara saudara. Para ahli peneliti pendidikan anak berkesimpulan bahwa faktor paling dominan yang menimbulkan rasa hasad/ dengki dalam diri anak adalah adanya pengutamaan saudara yang satu di antara saudara yang
lainnya.

Anak sangat peka terhadap perubahan perilaku terhadap dirinya. Jika kita lepas kontrol, sesegera mungkin untuk memperbaiki, karena anak yang diperlakukan tidak adil bisa menempuh jalan permusuhan dengan saudaranya atau mengasingkan diri (menutup diri dan rendah diri).


4. Pergaulan dan Komunikasi

Seringkali kita berada dalam satu ruangan dengan anak-anak, tapi kitatidak bergaul dan berkomunikasi dengan mereka. Kita asyiik membaca koranmereka asyiik main video game, atau nonton TV.

Banyak ahadith yang menggambarkan bagaimana kedekatan pergaulan Rasulullah SAW dengan anak-anak dan remaja. Beliau bercanda dan bermain dengan mereka.

Bagaimana dengan kita yang sudah sibuk kuliah sambil bekerja plus 'ngurusin' IMSA (**smile**)? Mana ada waktu untuk bercengkrama dengan anak-anak? Sebenarnya ada waktu, jika kita mengetahui strateginya. Misalnya, sewaktu menemani anak bermain CD pendidikan di komputer, kita bisa menjelaskan cara mengerjakan/bermainnya, lalu memberi contoh sebentar, lantas bisa kita tinggalkan. Begitu pula dengan buku bacaan dan permainan lainnya. Repotnya ada sebagian ayah yang tidak mau berkumpul dengan anak-anak, terutama yang menjelang dewasa karena takut kehilangan wibawa atau kharismanya. Ini pandangan yang keliru. Yang lebih tepat adalah kita jaga keseimbangan, artinya kita tidak boleh terlalu kaku dalam memegang kekuasaan dan kharisma, tetapi juga tidak boleh terlalu longgar.


5. Bijaksana Dalam Membimbing

Rasulullah SAW bersabda: "... Binasalah orang-orang yang berlebihan ..."(HR Muslim). Jadi metoda yang paling bijaksana dalam mendidik dan mengarahkan anak adalah yang konsisten dan pertengahan - seimbang, yakni tidak membebaskan anak sebebas-bebasnya dan tidak mengekangnya; jangan
terlalu sering menyanjung, namun juga jangan terlalu sering mencelanya. Bila ayah memerintahkan sesuatu kepada anaknya, hendaknya ayah melakukannya dengan hikmah, penuh kasih sayang, dan tidak lupa membumbuinya dengan canda seperlunya. Jelaskan hikmah dan manfaatnya, sehingga anak  termotivasi untuk melakukannya. Jangan lupa juga untuk memperhatikan kondisi anak dalam melaksanakan perintah atau aturan tersebut.

Imam Ibnu al-Jauzi mengatakan bahwa melatih pribadi perlu kelembutan,tahapan dari kondisi yang satu ke kondisi yang lain, tidak menerapkan kekerasan, dan berpegang pada prinsip pencampuran antara rayuan dan ancaman.


6. Berdoa

Para nabi selalu berdoa dan memohon pertolongan Allah untuk kebaikan keturunannya. "Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala." (Ibrahim:35)

"Segala puji bagi Allah yang telah menganugrahkan kepadaku di hari tua(ku)Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan sholat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah
doaku." (Ibrahim:39-40)

Suluk Linglung Sunan Kalijaga Ngemot Tauhid lan Makrifat

Written By Paknetyas on Tuesday, June 11, 2013 | 12:49 PM

Anyar KatonBabadFlash - Posted by admin on March 9, 2012
Makame Kanjeng Sunan Bonang ing Tuban


Sunan Kalijaga, mujudake manggala, saka saweneh Wali Sanga, kang kaloka raket kelawan kaum muslim, karana ka­wegigane nglebokake pengaruh Islam, ing jroning tradhisi jawa.Akeh kang nela­kake, yen Kanjeng Sunan Kalijaga iku, yus­wa­ne, luwih saka 100 taun. Sunan Kalijaga kagungan andhil, sajrone peme­rintahan Majapahit, Kasultanan Demak, Kasultanan Cirebon, apadene Banten. Malah-malah uga Krajan Pajang, kang lair taun 1546, sarta kawitaning Krajan Ma­taram, kang pinarentah dening Panem­bahan Senopati.Kanjeng Sunan uga ndhe­rek ngrancang pembangunan Masjid Agung Demak. Saka “tatal”, mujudake sa­weneh pilar utama Masjid, mujudake kreasi Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga miyos, udakara taun 1450, kanthi asma Raden Said. Kanjeng Sunan, putra saka adipati Tuban, kekasih Tumenggung Wilatikta (ana saweneh kang nyebutake Wilwatikta), utawa Raden Sahur. Sunan Kalijaga, uga kagungan asma seje, kayadene: Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, apadene Raden Abdurrahman.
Bab asal-usul Kanjeng Sunan, ana sawetara penemu. Ana kang mratelakake, yen Kanjeng Sunan iku maksih keturunan Arab. Nanging, uga ora sithik, kang nan­dhesake, yen Kanjeng Sunan Kalijaga iku, Jawa asli. Van Den Berg, nelakake, yen Kan­jeng Sunan Kalijaga iku, (pancen) ke­turunan Arab, kang sarasilahe, nganti tekan Rasulullah SAW. Sawetara iku, mi­turut Babad Tuban, nelakake, yen Aria Teja aliyas “Abdul Rahman, wus kasil ng-Islam-ake Adipati Tuban, Aria Dikara, lan nikahi putrane. Saka perkawinan kasebut, nglair­ake putra, sesilih Aria Wilatikta. Miturut cathetan Tome Pires, panguwasa Tuban, taun 1500 Masehi, mujudake wayah saka panguwasa Islam kawitan, ing Tuban. Sunan Kalijaga aliyas Raden Mas Said, putra saka Aria Wilatikta. Sejarawan seje, kayadene De Graaf, mbenerake, yen Aria Teja, kagungan sarasilah kelawan Ibnu Abbas, paman dalem Kanjeng Nabi Muhamad SAW.

Suluk Linglung
Suluk Linglung riptane Kanjeng Sunan Kalijaga, awujud Sekar Kinanthi, sapupuh, kedadeyan saka 7 pada. Watake Sekar Kinanthi, yaiku: seneng, tresna, mathuk kinarya mulang-muruk, apadene sipat ang­gulawenthah, kang ngemu rasa tresna. Saperangan gedhe, galihing tembang kasebut, ngemot rasa Tauhid apadene Makrifat Dene Suluk Linglung kang wujud Tembang Kinanthi mau, yaiku:

Pada 1.
Birahi ananireku/aranira Allah jati/ tan ana kalih tetiga/ sapa wruha yen wus dadi/ ingsun weruh pesthi nora/ ngarani namanireki.
Saka kersa dalem Allah, andadekake wujudira, kanthi anane wujudira, mra­tandhani bab anane Allah kanthi sayekti. Mokal Allah iku sipat loro, apamaneh nganti cacah telu. Sok sopoa kang wus mangerteni sangkan paraning anane, mesthi iku wong mokal nedya nyungarake dhirine.

Besetane:
Yen Allah ngersakke sawiji-wiji, mung ngendika”kun-fayakuun”, mangka banjur ana wujud. Saweneh saka sipat wajib Allah, kang 20, kang sepisanan aran “Wujud”, kang maknane Allah iku ana. Allah minangka “Sang Kholiq”, dene ma­nungsa minangka (saweneh) “Makhluq” Kholiq, tegese kang nyipta, Makhluq, ka­siling ciptan. Ing kawitaning Surat Ikhlas, yen katerjemahake, maknane”Dhawuha sira Muhamad, yen Allah iku siji”. Dadi mokal, yen Allah iku ana loro, utawa telu. Ing kene diajap, manungsa supaya kuma­wula, lanngabekti/ngibadah marang Allah. Ing Surat Adz-Dzariyat, ayat 56, Allah paring dhawuh:”Lan Ingsun nyipta jin lan manungsa, mung supaya padha nyem­bah marang Ingsun”.
Ing kene mengku werdi, yen ma­nungsa minangka titah, kudu pana, lan rumangsa, yen ana kang anitahake. Ma­nungsa cinipta minangka makhluk kang saendah-endahe makhluk.Nanging yen ora pinter njaga drajat ke-insaniyahan-e, bakal didhunake sacendhek-cendheke drajat titah. Kejaba kang iman lan gelem ngamal sholeh.

Pada 2.
Sipat jamal ta puniku/ingkang kinen angarani/ pepakane ana ika/ akon ngarani puniki/ iya Allah angandika/ mring Muhamad kang kekasih.

Besetane:
Satuhune sipat bagus utawa endah tur pinuji, iku, yaiku sipat kang tansah mbu­didaya nyebutake, yen hakikate, anane dheweke, karana ana kang maujudake. Mangkono pangandikane dalem Allah, marang Muhamad kekasih Dalem. Allah iku Maha Endah, lan remen (marang) ka­endahan. Yen gelem metani kanthi njli­met, yektine ing saben epek-epeking ma­nungsa kiwa lan tengen iku, tinemokake angka Arab 18 lan 81, kang yen ka­gung­gung, ana 99, yaiku kang aran ”Asma’ul Husna”.

Pada 3.
Yen tan ana sira iku/ ingsun tan ana ngarani/ mung sira ngarani ingwang/ dene tunggal lan sireki/ iya ingsun iya sira/ aranira aran mami

Besetane:
Yen tan ana sipat titah, ya durung katon araning sipat kang hanitahake. Karana ana sipating titah, banjur ketemu kang hanitahake. Gampanging kandha, ana wujud barang, mesthi ana kang nyipta, utawa ana kang gawe. Karana ananing sira (kang wujud manungsa), mangka ya manungsa kang nyebut marang Ingsun. Ya Ingsun Allah kang nyipta sira (kang wujud manungsa). Wujudira, mracihna­kake wujud Ingsun (Allah).
Kita minangka titah, kudu eling ma­rang kang hanitahake. Keplasing tumrap tata ngelmu pasrawungan sosial, yen sira rumangsa tinuntun dening lelabuhaning sepadha-padha, sawise sira kasil dadi wong kang mulya, aja lali marang lelabuh­an kasebut, (senajan upamane, kang lelabuh, ora njaluk pinwales). Ana unen-unen, yen sira ngeyub ana sangisor­ing wit kang gedhe (tur eyub), aja lali marang kang nandur wit kasebut.

Pada 4.
Tohid hidayat sireku/ tunggal lawan Sang Hyang Widhi/ tunggal sira lawan Allah/ uga donya uga akhir/ rumangsa­nana pangeran/ ya Allah ananireki.

Besetane:
Pituduh bab anane Allah Kang Sipat Siji, iku nyawiji apadene manunggal marang Allah, tansah cecaketan marang Allah (taqarruban illallah), iman iku nalika isih ana alam donya, apadene mengkone sawise ana alam kasedan jati. Lan kudu rumangsa yen Allah iku ana ing hangga­nira.
Pada iki mengku pasemon, yen sawise katitahake, manungsa kudu manembah marang kang hanitahake. Yaiku kanthi mbudidaya, tansah nindakake apa dhawuh dalem Allah, lan mbudidaya, nyingkiri, apa kang dilarang dening Allah, lan yaiku kang ingaran taqwa. Allah iku didohi, ya sang­saya adoh, dicedhaki, ya sangsaya cedhak. Tembung manunggal, utawa nyawiji, ing kene mengku werdi, supaya manungsa tansah cecaketan marang Allah, tegese tansah eling (dzikir) marang Allah, wiwit ana donyane, jalaran, sawise mati, wus mung kari nampa wohing pakarti nalika ana donyane. Kabeh pakarti kang ana donya, bakal diundhuh ana akherat.

Pada 5.
Ruh idhofi neng sireku/ makrifat ya den arani/ uripe ingaran syahdat/ urip tunggil jroning urip/ sujud rukuk panga­sonya/ rukuk pamore Hyang Widhi.

Besetane:
bab Ruh Idhofi. Ing jagading Ngelmu Kebatinan, ing jroning badaning manungsa tinemokake ruh cacah 9, yaiku Ruh Idhofi, Ruh Robbani, Ruh Rohani, Ruh Nurani, Ruh Kudus, Ruh Rohmani, Ruh Jasmani, Ruh Nabati lan Ruh Haya­wani. Dene tembung Makrifat. Makrifat, yektine saka aksara Arab, utawa panulise Ma’rifat. Ma’rifat, saka tembung ya’rifu-irfan- ma’rifat, kang tegese kawruh, utawa pengalaman.
Nanging uga bisa dimaknani kawruh bab rahasia hakikating agama, yaiku ngelmu kang luwih manjila, katimbang ngelmu padatan umume, mligine, kang magayutan, kelawan batiniyyah. Uripe ing­aran syahdat. Tinulis, “syahdat”, (wutuhe “syahadat”), karana kanggo njum­buhake guru wilangan, ing saben gatra, tumrap tembang kasebut, ing kene mengku teges, manungsa minangka seksi, apadene anekseni, yen setuhune ora ana pangeran kejaba Allah, lan Nabi Muhamad minangka utusan Allah. Sawise ngucapake kalimah syahadat Tauhid lan syahadat Rasul, urip tunggil jroning urip, uripe, yekti mung angakoni syarengat sawiji, banjur, sujud rukuk pangasonya. Tegese, pepaese, kanthi nindakake pang­ibadahan kanthi sholat. Nindakake sholat, ateges, (mbudidaya), tansah cecaketan kelawan Allah SWT.

Pada 6.
Sekarat tan ana nyamur/ ja melu, yen sira wedi/ lan ja melu-melu Allah/ iku aran sakaratil/ ruh idhofi mati tan na/ urip mati mati urip.

Besetane:
Ruh Idhofi, uga winastan “Johal awal suci”. Manut kapitayan, ya karana Ruh Idhofi, manungsa bisa urip. Yen Ruh ka­sebut, uwal saka badane manungsa, mangka manungsa bakal nemahi tiwasRuh kasebut, mujudake Ruh utama, kang duwe wenang mrentah ruh sejene. Mula ing ngarep kasebutake “tan ana nyamur”, tegese ora sisib. Ja melu yen sira wedi.Ana unen-unen “Yen wedi aja wani-wani, yen wani, aja wedi-wedi”. Iku nari karep­ing ati. Yen ana piweling lan ja melu-melu Allah, tegese, yen nedya “melu” Allah, ya aja nganggo mamang, tegese, temen-temen ndherek dhawuh, lan nyingkiri larang­an. Sakaratil, yaiku titimangsa, tetkala­ne manungsa meh ajal. Ya iku kang padha diwedeni. Nanging, tumrap kang wus iman, anane mung pasrah, karana umur manungsa, iku uga kagungan Ndalem Allah. Urip mati, mati urip. Ing kene, jlentrehe, yektine mati iku, dudu pungkasaning urip, nanging purwakaning urip langgeng. Tegese, ing mengkone, sawise mati, bakal ana urip candhake, yaiku alam seje kang langgeng, nalika ma­nungsa tekan titimangsa ngundhuh wohing pakarti nalika ana donya, ya kang ingaran alam akherat. Ing kana ma­nungsa bakal nampa siksa apa nugraha, gumantung pokale.

(Ana Candhake)
Winastan Suluk Linglung
Raden Mas Said, ya Kanjeng Sunan Kalijaga, nalika iku, wus golong-gilig penggalihe, nedya ngupadi ngelmu kang dadi gegebengane para Nabi. Lan kasumyatan Sunan Kalijaga nalika iku, wus kasil mancat tataran tauhid kang dhuwur.
“Lurua ngelmu, senajan kudu nyabrang segara geni…!!” ngono dhawuh dalem Kanjeng Nabi. Raden Mas Said, nalika semana, penggalihe, tinalasak rasa mamang lan bingung. Kayadene Linglung lan kalimput penggalihe. Jalaran, kabeh ngelmu kang wus dimangerteni, dipahami, lan dingamalake, kanthi kebak rasa kumawula marang Allah, nanging Raden Mas Said (rumangsa) isih gampang kagiri godha dening napsune, lan (malah), kayadene, ora kuwawa nduwa. Maneka werna kupiya, wus katindakake, murih uripe mengkone, bisa nglerem pamothahing napsune, aja nganti nglantur, kang mung kayadene rumangsa marem, mung dhahar lan sare Nanging Raden Mas Said, tetep wae, kayadene, penggalihe kalah perang nglawan napsune. Puntone Kanjeng Sunan pasrah marang Allah, karana ya mung Allah, minangka pungkasaning pepasrah.
Kanjeng Sunan nyuwun marang Allah, supaya penggalihe enggal kabukak, murih penggalihe dadi istiqomah, jumbuh kelawan pangajabing penggalih, tumuju menyang dalan sembahlan puji. Kanjeng Sunan tan kendhat tansah manekung kebak ing pandonga, senajan sinartan rasa-rumangsa, yen manungsa, ora bisa uwal saka dosa, kang tinindakake duk rikala taruna, kang mbokmenawa Allah durung kepareng paring pangapura. Senajan wus sawetara anggone nindakake bab kasebut, ewasemono, kok kayadene durung ana pratandha yen dongane pinaringan Kabul. Tundone Kanjeng Sunan mawar-dhiri. Yagene kok laku-lampah kang kang wus katindakake semono lawase, kok hidayah saka ngersa dalem Allah durung tumurun. Apa ana saweneh laku-lampah kang luput?
Tekan tataran wektu kasebut, Kanjeng Sunan anane mung kendel/ meneng. Piyambake banjur “uzlah” (ninggalake prekara donyawiyyah). Woh saka laku-lampah kang keri iku, kaya dene ana wewisik. Ing penggalihe, kayadene ana suwara cacah loro kang dumeling, yaiku siji suwara Malaikat, siji suwara syetan, kang padha pepadon. Senajan suwara mau serone ora kaya lumrahe pepadon, nanging kukuh ora ana lerene. Kanjeng Sunan uga sadhar, yen perkara ala lan becik iku, wus sak pase, yen padha rebut papan, rebut unggul.
Gandheng rumangsa yen laku-lampah uzlah, durung ana tandha-tandha yen tumurun pituduhe Allah, tundhone Kanjeng Sunan anteb-anteban, nedya nindakake laku ngothongake padharane, tegese nindakake ngelih-ngelak. Bubar iku, Kanjeng Sunan protes lan nagih marang Allah “opahe” laku-lampah kasebut. Nanging Allah kayadene mung kendel, ora paring jawaban.
“Lha iya wus samesthine ta ya, yen aku nagih marang Allah, sengara kaparingan wangsulan, wong Allah pancen ora utang…!! Lha ya sengara nglunasi ta ya,… wah…!!!” ngono pangandikane ana penggalihe Kanjeng Sunan. Puntone Kanjeng Sunan mutusake, yen nedya meguru marang Sunan Bonang. Temenan. Kanjeng Sunan sawise iku, banjur nindakake laku sumingkir, ing desa Bonang. Kanjeng Sunan banjur nglebur tapak asta, lan nyuwun supaya didunungake marang hakekating urip kang haqiqi. Dening Sunan Bonang, Sunan Kalijaga kadhawuhan mangsah semedi, nindakake tapa-brata, sarana nunggoni wit gurda, lan ora dikeparangake jugar, sadurunge kadhawuhan jugar.
Wiwit wektu iku, kanjeng Sunan, dadi priyayi kang tuhu ngedap-edapi. Kekarepane kang teguh santosa, kang tanpa kendhat ambudidaya, mula ora mokal, karana idin saka Ngarsa Dalem Allah SWT. Wiwit iku uga rasa “ling-lang-ling-lung” baka sithik bisa uwal saka hanggane Kanjeng Sunan.
Kejaba iku, karana Kanjeng Sunan uga maksih turun priyayi adharah luhur, yaiku putra saka Kanjeng Adipati Tuban, ya panjenengane Wilatikta. Ya karana kawitane saka rasa“ling-lang-ling-lung”, mula wewarah kasebut winastan Suluk Ling-lung.


Anyar KatonBabadFlash - Posted by admin on March 20, 2012
Makam Sunan Kalijaga, ora sithik kang padha sujarahan

Raden Mas Said, ya Kanjeng Sunan Kalijaga, nalika iku, wus golong-gilig penggalihe, nedya ngupadi ngelmu kang dadi gegebengane para Nabi.
 Lan kasunyatan Sunan Kalijaga nalika iku, wus kasil mancat tataran tauhid kang dhuwur.
“Lurua ngelmu, senajan kudu nyabrang segara geni…!!” ngono dhawuh dalem Kanjeng Nabi. Raden Mas Said, nalika semana, penggalihe, tinalasak rasa mamang lan bingung. KayadeneLinglung lan kalimput penggalihe. Jalaran, kabeh ngelmu kang wus dimangerteni, dipahami, lan dingamalake, kanthi kebak rasa kuma­-wula marang Allah, nanging Raden Mas Said (rumangsa) isih gampang kagiri godha dening napsune, lan (malah), kayadene, ora kuwawa nduwa. Maneka werna kupiya, wus katindakake, murih uripe mengkone, bisa nglerem pamo-thahing napsune, aja nganti nglantur, kang mung kayadene rumangsa marem, mung dhahar lan sare Nanging Raden Mas Said, tetep wae, kayadene, penggalihe kalah perang nglawan napsune. Puntone Kanjeng Sunan pasrah marang Allah, karana ya mung Allah, minangka pungkasaning pe-pasrah.
Kanjeng Sunan nyuwun marang Allah, supaya penggalihe enggal ka-bukak, murih penggalihe dadi istiqo-mah, jumbuh kelawan pangajaping penggalih, tumuju menyang dalan sembah lan puji. Kanjeng Sunan tan kendhat tansah manekung kebak ing pandonga, senajan sinartan rasa-ru-mangsa, yen manungsa, ora bisa uwal saka dosa, kang tinindakake duk rikala taruna, kang mbokmenawa Allah du-rung kepareng paring pangapura. Se-najan wus sawetara anggone nindaka-ke bab kasebut, ewasemono, kok kaya-dene durung ana pratandha yen dongane pinaringan Kabul. Tundhone Kanjeng Sunan mawas-dhiri. Yagene kok laku-lampah kang kang wus katindakake semono lawase, kok hida-yah saka ngersa dalem Allah durung tumurun. Apa ana saweneh laku-lam-pah kang luput?
Tekan tataran wektu kasebut, Kan-jeng Sunan anane mung kendel/me-neng. Piyambake banjur “uzlah” (ning-galake prekara donyawiyyah). Woh saka laku-lampah kang keri iku, kaya dene ana wewisik. Ing penggalihe, kayadene ana suwara cacah loro kang dumeling, yaiku siji suwara Malaikat, siji suwara syetan, kang padha pepadon. Senajan suwara mau serone ora kaya lumrahe pepadon, nanging kukuh ora ana lerene. Kanjeng Sunan uga sadhar, yen perkara ala lan becik iku, wus sak pase, yen padha rebut papan, rebut unggul.
Gandheng rumangsa yen laku-lam-pah uzlah, durung ana tandha-tandha yen tumurun pituduhe Allah, tundhone Kanjeng Sunan anteb-anteban, nedya nindakake laku ngothongake padhara-ne, tegese nindakake ngelih-ngelak. Bubar iku, Kanjeng Sunan protes lan nagih marang Allah “opahe” laku-lam-pah kasebut. Nanging Allah kayadene mung kendel, ora paring jawaban.
“Lha iya wus samesthine ta ya, yen aku nagih marang Allah, sengara kapa-ringan wangsulan, wong Allah pancen ora utang…!! Lha ya sengara nglunasi ta ya,… wah…!!!” ngono pangandikane ana penggalihe Kanjeng Sunan. Punto-ne Kanjeng Sunan mutusake, yen nedya meguru marang Sunan Bonang. Temen-an. Kanjeng Sunan sawise iku, banjur nindakake laku sumingkir, ing desa Bonang. Kanjeng Sunan banjur nglebur tapak asta, lan nyuwun supaya didu-nungake marang hakekating urip kang haqiqi. Dening Sunan Bonang, Sunan Kalijaga kadhawuhan mangsah semedi, nindakake tapa-brata, sarana nunggoni wit gurda, lan ora dikeparangake jugar, sadurunge kadhawuhan jugar.
Wiwit wektu iku, kanjeng Sunan, dadi priyayi kang tuhu ngedab-edabi. Kekarepane kang teguh santosa, kang tanpa kendhat ambudidaya, mula ora mokal, karana idin saka Ngarsa Dalem Allah SWT. Wiwit iku uga rasa “ling-lang-ling-lung” mbaka sithik bisa uwal saka hanggane Kanjeng Sunan.
Kejaba iku, karana Kanjeng Sunan uga maksih turun priyayi adharah luhur, yaiku putra saka Kanjeng Adipati Tuban, ya panjenengane Wilatikta. Ya karana kawitane saka rasa“ling-lang-ling-lung”, mula wewarah kasebut winas-tan Suluk Ling-lung. (Cuthel)

(Sumber : Majalah Panjebar Semangat)

Info Penting

Pengetahuan Umum

Olah Rasa

Kahanan kang ana iki ora suwe mesthi ngalami owah gingsir mula aja lali marang sapadha-padhaning tumitah.
***
Jejering wanita utama saka kasetyane marang garwa ,dene ajining priya utama saka kaprawirane.
***

Kadonyan kang ala iku ateges mung ngangsa-angsa golek bandha donya, ora mikirake kiwa tengene, uga ora mikirake kahanan batin.
***

Wong kang ora weruh tatakrama udanegara (unggah-ungguh) iku padha karo ora bisa ngrasakake rasa nem werna (legi, kecut, asin, pedhes, sepet, pahit.***

Sing sapa seneng ngrusak katentremane liyan bakal dibendu dening Pangeran lan diwelehake dening tumindake dhewe.
***
See all post

Tokoh Pewayangan

Semar dan Punokawan

 Batara Semar  MAYA adalah sebuah cahaya hitam. Cahaya hitam tersebut untuk menyamarkan segala sesuatu. Yang ada... Read More �

See all post

Adat Istiadat

SURO

Kirab Pusaka Karaton Surakarta Kirap pusaka Karaton adalah tatacara Karaton Surakarta Hadiningrat yang dilaksanakan secara tetap pada se... Read More �

Cerita Pewayangan

Sejarah

Aqidah

Seni dan Sastra

 
Support : Creating Website | | Paknetyas
Copyright © 2011. Blog Paknetyas - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Paknetyas
Proudly powered by Blogger