PERTANDA KEDATANGAN CALON SATRIA PININGIT
Jangkajayabaya; Sabda Gaib
Babon asli kagunganipun Dalem Bandara Pangeran Harya Suryanegara ing
Ngayugyakarta
Sinom
Wirayat kanthi dahuru, lalakone jaman wuri, kang badhe Jumeneng Nata,
amengku bawana jawi, kusuma trahing Narendra, kang sinung panggalih
suci.
(Tanda-tanda dengan diawali munculnya huru-hara, kejadian zaman nanti,
yang akan menjadi Pemimpin di tanah Jawa (Nusantara), seorang keturunan raja,
yang memiliki hati suci.
Ing mangke karseng Hyang Agung, taksih sinengker marmaning, akeh ingkang
katambuhan, mung kang para ulah batin, sinung weruh dening pangeran, iku kang
saged mastani.
(Di saat nanti, sudah menjadi kehendak Tuhan Maha Agung, tetapi sekarang
masih di dalam tabir rahasia Tuhan, banyak orang tidak mengetahui, hanya orang
yang mau mengolah batinnya, diijinkan Tuhan mengetahui (sebelum terlaksana),
itulah orang yang tiada diragukan lagi)
Dene wontene dahuru, sasampune hardi Mrapi, gung kobar saking dahara,
sigar tengahira kadi lepen mili toya lahar, ngidul ngetan njog
pasisir.
(Sedangkan munculnya huru-hara (ditandai) setelah Gunung Merapi berkobar
hebat (meletus) oleh sebab adanya bencana (gempa bumi), (Merapi) terbelah
tengahnya seperti sungai, mengalir di dalamnya air (hujan) membawa lahar dingin,
arahnya ke tenggara, lahar dingin yang dibawa oleh air, hanyut hingga masuk ke
laut selatan.
Keterangan: pertanda ini sudah terjadi pada tahun 2007
lalu.
Glacap Gunung yang bernama Gegerboyo Merapi (punggung buaya) kini
tinggal kenangan
ini sebagai salah satu pertanda yang telah diprediksi ratusan tahun
silam
Myang amblese Glacapgunung, sarta ing Madura nagri, meh gathuk lan
Surabaya, sabibaripun tumuli, wiwit dahuru lonlona, soyo lami soyo
ndadi.
(Pertanda punggung G Merapi (populernya disebut punggung buaya
atau geger boyo) amblas/longsor. Serta Surabaya dan Madura hampir bertemu
daratan.
Keterangan: Geger boyo runtuh terjadi Mei-Juni tahun 2006 setelah
terjadi gempa Jogja, disusul letusan Gunung Merapi yang dahsyat.
Pulau atau wilayah Surabaya-Madura hampir bertemu daratan, sudah terjadi
karena jebolnya lumpur lapindo yang dibuang ke selat Madura. Penafsiran
lainnya; jembatan yang menghubungkan kota Surabaya dengan Madura atau
jembatan Suramadu hampir selesai.
Temah peperangan agung, rurusuh mratah sabumi mungsuhe datan karuwan,
polahe jalma keha sami, kadi gabah den interan, montang-manting rebut
urip. Papati atumpuk undhung,desa-desa morat marit, kutha-kutha
karusakan,
kraton kalih manggih kinkin, ing Sala kaleban toya, Ngayugyakarta
Sumingkir.
(Setelah itu terjadi konflik besar, kerusuhan merata di seluruh bumi,
penyebabnya tidak jelas, tingkah manusia sama saja, bagaikan gabah ditampi,
kocar-kacir berebut hidup. Kematian massal terjadi di mana-mana, desa
carut-marut, kota-kota banyak terjadi kerusakan, dua kerajaan (Jogja dan
Solo) terjadi musibah, di Solo kerajaannya “terendam banjir”*. Yogyakarta
tersingkir**.
Keterangan; *konflik antar pewaris tahta antara Hangabehi dengan
Tejowulan,
**sementara Keraton Jogja tersingkir karena tidak mendapatkan anak
laki-laki sebagai Pangeran Putra Mahkota calon pewaris tahta.
Saat ini sudah terjadi.
Ratunya murca sing Kraton, ngilang kalingan cecendis, sanget
kasangsayanira, wus karsaning Hyang Widi, gaib ingkang kelampahan, kinarya
buwana balik.
(Ratu/rajanya meninggalkan keraton, kemasyhurannya kalah dengan gaung
keonaran para penghianat, semua itu sudah menjadi kehendak Tuhan, gaib yang
terjadi, membuat keadaan zaman serba terbalik.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !